Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana mengembangkan layanan gawat darurat 119 atau Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (PGDT).

Rencana tersebut disampaikan terkait maraknya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami perempuan dan anak di ibukota.

"Kita mau kembangkan layanan 119 supaya bukan hanya menerima keluhan sakit, rumah sakit atau rawat inap, tetapi juga bisa jadi tempat melapor kasus-kasus KDRT," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin.

Menurut Basuki, sejak pertama kali dioperasikan, yakni pada 1 Maret 2013 lalu, layanan 119 hanya dapat memberikan informasi terkait pelayanan gawat darurat, seperti ketersediaan ruang rawat inap, ICU, ICCU, NICU dan PICU.

"Selama ini, kasus-kasus KDRT, seperti pemukulan atau kekerasan seksual terhadap ibu dan anak dilaporkan dulu ke puskesmas kecamatan, kemudian baru diteruskan ke polisi," ujar Basuki.

Oleh karena itu, dia menuturkan, para operator layanan gawat darurat tersebut akan dilatih oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, sehingga dapat melayani pengaduan kasus KDRT.

Sementara itu, sambung dia, Komnas Perempuan telah bersedia untuk memberikan pelatihan kepada para operator layanan 119 sehingga mampu melayani aduan yang disampaikan oleh korban KDRT.

"Pengembangan layanan ini dimaksudkan supaya warga, terutama korban KDRT, bisa lebih mudah mengingat nomor yang dapat dihubungi kalau-kalau terjadi sesuatu. Makanya, nomor ini kita bikin hanya tiga nomor," tutur Basuki.

Dia menambahkan jika rencana tersebut berhasil, maka selanjutnya layanan 119 juga akan diintegrasikan dengan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar dan PB) DKI Jakarta.
(R027)