Jakarta (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai ekspor Indonesia periode Oktober 2013 mencapai 15,72 miliar dolar AS, naik 2,59 persen dibanding ekspor periode Oktober 2012 (year on year/YoY) sebesar 15,32 miliar dolar AS.

"Peningkatan total ekspor Indonesia pada periode Oktober 2013 dipicu antara lain melonjaknya nilai dan volume ekspor non migas khususnya barang-barang pertanian baik, dan ekspor migas," kata Kepala BPS Suryamin, dalam koferensi pers di Jakarta, Senin.

Menurut Suryamin, total ekspor sebesar 15,72 miliar dolar AS periode Oktober 2013 tersebut, jika dibandingkan dengan September 2013 maka terjadi peningkatan 6,87 persen.

Peningkatan ekspor selama Oktober 2013 dipengaruhi kenaikan ekspor non migas dari 12,3 miliar dolar AS menjadi 12,99 miliar dolar AS, demikian juga ekspor migas naik 12,82 persen dari 2,41 miliar dolar AS menjadi 2,72 miliar dolar AS.

Sementara peningkatan ekspor migas didorong naiknya ekspor hasil minyak sebesar 27,16 persen menjadi 434,3 juta dolar AS, dan ekspor gas sebesar 43,42 persen atau 1,57 miliar dolar AS, sementara ekspor minyak mentah turun 26,56 persen menjadi 717,2 juat dolar AS.

Suryamin menjelaskan, yang lebih menarik dari data ekspor periode Oktober 2013 tersebut yaitu kembali meningkatnya harga-harga komodi barang-barang ekspor Indonesia di pasar internasional.

"Harga-harga komoditi sudah ada yang mulai naik dibanding tahun 2012. Ada komoditi yang sudah sama dengan harga tahun lalu, namun ada juga yang harganya masih tertekan," ujarnya.

Ia mencontohkan, harga kopra periode September 2013 sudah mencapai kisaran 663 dolar AS per ton, meningkat dibanding September 2012 yang berkisar 654 dolar AS per ton.

Selanjutnya harga minyak sawit mentah (CPO) pada September 2012 masih pada level 859 dolar AS per ton, pada September 2013 sudah menyentuh 880 dolar AS per ton.

"Meskipun terjadi peningkatan pada sejumlah komoditi nonmigas, namun di sisi lain juga masih ada yang menurun seperti fish mill dari 1.649 dolar AS per ton, menjadi 1.646 dolar AS per ton, dan udang turun dari 1.620 dolar AS per ton menjadi 1.570 dolar AS per ton," ujar Suryamin.

Dari sisi negara tujuan, tren peningkatan ekspor terbesar Indonesia periode Oktober 2013 dibanding September 2013 yaitu ke Cina yang mencapai 213,6 juta dolar AS, disusul ekspor ke Taiwan melonjak sebesar 115 juta dolar AS, Australia melonjak 147,4 juta dolar AS, India naik 53,3 juta dolar AS, Malaysia bertambah 23,6 juta dolar AS.

Sebaliknya penurunan ekspor terjadi ke Singapura sebesar 77,5 juta dolar AS, diikuti Jepang 12 juta dolar AS, Thailand turun sebsear 9,8 juta dolar AS, dan Perancis sebesar 7,6 juta dolar AS.


Impor turun

Di tengah gencarnya upaya peningkatan nilai eskpor ternyata Indonesia juga berhasil menurunkan impor.

Pada periode Oktober 2013 impor Indonesia tercatat sebesar 15,67 miliar dolar AS, turun 8,9 persen dibanding impor Oktober 2012 (year on year/YoY) sebesar 17,21 miliar dolar AS.

Suryamin menjelaskan, impor periode Oktober 2013 sebesar 15,67 miliar dolar AS tersebut, terdiri atas impor non migas sebesar 12,2 miliar dolar AS, dan impor migas sebesar 3,47 miliar dolar AS.

Selama Oktober 2013, tiga golongan barang yang mengalami penurunan nilai impor yaitu mesin dan peralatan listrik yang mencapai 7,94 persen atau 123,5 juta dolar AS, disusul golongan besi dan baja turun 4,3 persen atau 31,4 juta dolar AS, dan golongan plastik dan barang dari plastik turun sebesar 0,07 persen atau 0,5 juta dolar AS.

Sedangkan secara akumulasi Januari-Oktober 2013, nilai impor empat jenis barang yang menurun yaitu kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 19,01 persen, atau 1,59 juta dolar AS, golongan mesin dan peralatan listrik menurun 5,77 persen atau 377,3 juta dolar AS, besi dan baja impornya turun 4,4 persen.

Meski demikian, terjadi peningkatan impor dua golongan barang yaitu serelia yang naik 187,5 juta dolar AS atau 85,54 persen, dan impor barang sisa industri makanan yang naik 170,4 juta dolar AS atau 67,65 persen, impor bahan kimia naik 74,4 juta dolar AS atau 13,74 persen.

Pada saat yang bersamaan, nilai impor migas juga mengalami penurunan yang tercermin antara lain dari berkurangnya impor BBM premium.

"Penurunan migas seperti BBM premium dan penurunan impor nonmigas seperti barang-barang konsumsi mencerminkan bahwa di dalam negeri mulai terjadi pergeseran," ujarnya.

Adapun penurunan impor barang modal, lebih didorong karena di dalam negeri barang-barang modal sudah dapat diproduksi sebagai dampak terjadinya peningkatan di sektor investasi.