Jakarta (ANTARA) - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN masih mempertimbangkan opsi untuk menyesuaikan suku bunga untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) non-subsidi setelah Bank Indonesia (BI) resmi menaikkan suku bunga acuan atau BI-Rate menjadi 6,25 persen.

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan bahwa kenaikan BI-Rate sebenarnya lebih berdampak pada KPR non-subsidi. Adapun KPR subsidi skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tidak terdampak mengingat suku bunganya bersifat tetap yakni 5 persen.

"Di KPR non-subsidi memang isunya adalah bagaimana kami bisa menaikkan bunga. Kami juga mesti menghitung (terlebih dahulu)," kata Nixon di Jakarta, Kamis (25/4).

Nixon mengatakan, kenaikan BI-Rate belum tentu langsung diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit. Menurut dia, keputusan menaikkan bunga untuk kredit perumahan juga bukan hal yang mudah untuk dilakukan sebab perbankan memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Yang menjadi kekhawatiran bagi perbankan, imbuh Nixon, status kolektibilitas (Kol) debitur akan memburuk apabila bunga kredit dinaikkan. Padahal pihak bank sebelumnya telah menghitung angsuran nasabah dengan akurat.

"Itu yang menyebabkan bankers tidak mudah untuk menaikkan suku bunga, terutama ke konsumen tentu tidak bisa semena-mena. Sehingga kalau kita lihat maka margin bunga bersih (net interest margin/NIM) biasanya cenderung sedikit menurun. Nah, caranya bagaimana? Memang kita memperbaikinya dengan cara strategi cost of fund yang diturunkan," kata dia.

Nixon memastikan bahwa dalam waktu dekat, setidaknya pada bulan ini, BTN tidak menaikkan suku bunga apapun. Hingga saat ini, BTN juga belum menggelar rapat Asset Liability Committee (AlCo) merespon potensi dampak kenaikan BI-Rate.

"Saya yakin menaikkan bunga KPR tidak gampang. Akan ada risiko lebih berat di Kol-2 (saat debitur terlambat bayar cicilan). CKPN mahal. Kadang-kadang lebih bagus kehilangan sedikit opportunity margin daripada kehabisan biaya. Prinsipnya seperti itu, ada prinsip-prinsip yang bisa dipegang kalau mengelola bisnis," kata Nixon.

Sementara itu, Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar menambahkan bahwa permintaan KPR non-subsidi masih tinggi dan diperkirakan terus meningkat pada Mei dan Juni 2024. Hal ini juga didukung dengan adanya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah di bawah Rp2 miliar.

"Memang di Januari ke Maret 2024, itu tidak setinggi di bulan November-Desember 2023. Itu sebetulnya dikarenakan proses pembangunan. Saya yakin di bulan Mei dan Juni ini akan meningkat karena rumah akan siap itu sekitar bulan Mei ataupun bulan Juni," kata Hirwandi.

Sebagai informasi, KPR non-subsidi BTN di tiga bulan pertama 2024 mengalami kenaikan sebesar 11,2 persen menjadi Rp98,8 triliun dari yang sebelumnya Rp88,8 triliun di kuartal I tahun 2023. Menurut Nixon, strategi BTN untuk membidik lebih banyak penyaluran KPR non-subsidi ke segmen menengah ke atas sudah mulai menunjukkan hasil.

Adapun KPR dengan ticket size di atas Rp750 juta, BTN mencatat pertumbuhan yang mencapai 176,6 persen yoy di tiga bulan pertama 2024. Total penyaluran mencapai Rp1,05 triliun atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp380 miliar.

Namun dari total kredit dan pembiayaan perumahan, penyaluran KPR subsidi di kuartal I 2024 masih menjadi yang terbesar mencapai Rp167 triliun atau naik 12,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp148,6 triliun.

Baca juga: BTN usul skema dana abadi untuk program 3 juta rumah Prabowo-Gibran
Baca juga: BTN: Kredit perumahan capai Rp292,7 triliun di kuartal I 2024