Saksi Dewan Pers: media digugat ancaman kebebasan pers
25 April 2024 21:52 WIB
Saksi ahli Dewan Pers Herlambang Perdana Wiratraman (kiri) menjawab pertanyaan wartawan seusai menghadiri sidang sebagai saksi ahli dalam perkara sengketa pers dengan nilai gugatan Rp700 miliar oleh lima orang mantan staf khusus Gubernur Sulsel terkait pemberitaan di Pengadilan Negeri Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (25/4/2024). ANTARA/Darwin Fatir.
Makassar (ANTARA) - Saksi ahli dari Dewan Pers Herlambang Perdana Wiratraman menegaskan gugatan terhadap media di Pengadilan Negeri Kelas I A Makassar terkait pemberitaan adalah bentuk tekanan dan menjadi ancaman bagi kebebasan pers yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Ini bagian dari tekanan terhadap kebebasan pers, dan teman teman harus solidaritas menjaga kebebasan pers ini. Bagaimana pun, ke pengadilan itu sendiri sudah merupakan tekanan terhadap kebebasan pers," katanya usai mengikuti sidang sengketa pers sebagai saksi ahli pers di PN Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.
Menurut dia, perkara sengketa pers mendudukkan dua media daring yakni herald.id dan inikata.co.id di pengadilan dengan gugatan Rp700 miliar atas dalih pelanggaran etik, kata dia, sebenarnya bisa diselesaikan secara etik karena ada kewenangan dimiliki Dewan Pers untuk menyelesaikan. Mekanismenya, hak jawab.
"Artinya, kalau mau dibawa ke pengadilan, silakan saja. Tapi itu mengganggu bagi pers, malah pers mengurusi pengadilan dan itu tidak baik sebenarnya. Oleh sebab itu, saya kira kita tidak perlu ragu, hakim bisa mengikuti jejak putusan yang sebelumnya," papar dia kepada wartawan menekankan.
Herlambang mencontohkan dalam perkara PT Cipta Yasa Multi Usaha (CYMA) menggugat Harian Radar Tegal maupun kasus Raymond Teddy menggugat tujuh media yang perkaranya berdekatan, mirip dengan kasus ini.
Bila dibandingkan sengketa pers di Pengadilan Negeri Kota Makassar pada 2021 terkait pemberitaan status kerajaan oleh penggugat mengklaim sebagai Raja Tallo dengan gugatan senilai Rp100 triliun kepada enam media, namun tidak menggunakan hak jawab. Tentu itu berbeda dengan kasus tadi, menggunakan hak jawab, tapi tetap digugat di pengadilan.
"Hasilnya apa, NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) atau tidak dapat diterima karena mekanisme pers ada di situ. Idealnya, selesaikan dengan mekanisme hukum khusus pers, itulah ada lex specialis derogate diberikan ruang, untuk diberikan hak jawab, hak koreksi dan seterusnya," papar dia.
Mengenai dengan keberatan atas pemberitaan kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan dalam kasus ini, kata Herlambang, itu dipersilahkan karena pengadilan tidak bisa menolak pengajuan gugatan. Namun demikian sebaiknya menggunakan mekanisme yang diatur Dewan Pers.
"Silakan saja mau menggunakan itu (di pengadilan). Tetapi saya perlu ingatkan, kalau kita pelajari ini bukan hanya soal keadilan tapi juga doktrin hukum. Itu juga penting dipelajari, ada yurisprudensi, maupun putusan pengadilan sebelumnya," tuturnya menjelaskan.
Ia mengemukakan putusan yang ada sebelumnya bisa diikuti kalau itu nantinya terjadi pemenangan terhadap penggugat, maka putusan hakim yang menyimpangi yurisprudensi itu harus menjelaskan kenapa itu berbeda.
"Tapi itu dugaan saya. MA (Mahkamah Agung) sudah sangat bagus dalam mengembangkan sistem hukum pers, dan melindunginya melalui surat edaran MA, melalui Landmark Decisions, putusan 1608 yang mengesampingkan gugatan," ungkapnya.
Sebelumnya, dua media di Kota Makassar yakni herald.id dan inikata.com digugat perdata di PN Makassar dengan nomor 3/Pdt.G/2024/PN Mks oleh lima mantan staf khusus di masa pemerintahan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Penggugat menilai dari pemberitaannya tersebut menimbulkan kerugian materiil total senilai Rp700 miliar.
Baca juga: Hakim tolak gugatan Rp100 triliun terhadap enam media di Makassar
Baca juga: Kuasa hukum enam media di Makassar apresiasi putusan hakim
Baca juga: KAJ Sulsel aksi suarakan tolak menggugat jurnalis
Baca juga: Dewan Pers siap dampingi sengketa pers di PN Makassar
"Ini bagian dari tekanan terhadap kebebasan pers, dan teman teman harus solidaritas menjaga kebebasan pers ini. Bagaimana pun, ke pengadilan itu sendiri sudah merupakan tekanan terhadap kebebasan pers," katanya usai mengikuti sidang sengketa pers sebagai saksi ahli pers di PN Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.
Menurut dia, perkara sengketa pers mendudukkan dua media daring yakni herald.id dan inikata.co.id di pengadilan dengan gugatan Rp700 miliar atas dalih pelanggaran etik, kata dia, sebenarnya bisa diselesaikan secara etik karena ada kewenangan dimiliki Dewan Pers untuk menyelesaikan. Mekanismenya, hak jawab.
"Artinya, kalau mau dibawa ke pengadilan, silakan saja. Tapi itu mengganggu bagi pers, malah pers mengurusi pengadilan dan itu tidak baik sebenarnya. Oleh sebab itu, saya kira kita tidak perlu ragu, hakim bisa mengikuti jejak putusan yang sebelumnya," papar dia kepada wartawan menekankan.
Herlambang mencontohkan dalam perkara PT Cipta Yasa Multi Usaha (CYMA) menggugat Harian Radar Tegal maupun kasus Raymond Teddy menggugat tujuh media yang perkaranya berdekatan, mirip dengan kasus ini.
Bila dibandingkan sengketa pers di Pengadilan Negeri Kota Makassar pada 2021 terkait pemberitaan status kerajaan oleh penggugat mengklaim sebagai Raja Tallo dengan gugatan senilai Rp100 triliun kepada enam media, namun tidak menggunakan hak jawab. Tentu itu berbeda dengan kasus tadi, menggunakan hak jawab, tapi tetap digugat di pengadilan.
"Hasilnya apa, NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) atau tidak dapat diterima karena mekanisme pers ada di situ. Idealnya, selesaikan dengan mekanisme hukum khusus pers, itulah ada lex specialis derogate diberikan ruang, untuk diberikan hak jawab, hak koreksi dan seterusnya," papar dia.
Mengenai dengan keberatan atas pemberitaan kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan dalam kasus ini, kata Herlambang, itu dipersilahkan karena pengadilan tidak bisa menolak pengajuan gugatan. Namun demikian sebaiknya menggunakan mekanisme yang diatur Dewan Pers.
"Silakan saja mau menggunakan itu (di pengadilan). Tetapi saya perlu ingatkan, kalau kita pelajari ini bukan hanya soal keadilan tapi juga doktrin hukum. Itu juga penting dipelajari, ada yurisprudensi, maupun putusan pengadilan sebelumnya," tuturnya menjelaskan.
Ia mengemukakan putusan yang ada sebelumnya bisa diikuti kalau itu nantinya terjadi pemenangan terhadap penggugat, maka putusan hakim yang menyimpangi yurisprudensi itu harus menjelaskan kenapa itu berbeda.
"Tapi itu dugaan saya. MA (Mahkamah Agung) sudah sangat bagus dalam mengembangkan sistem hukum pers, dan melindunginya melalui surat edaran MA, melalui Landmark Decisions, putusan 1608 yang mengesampingkan gugatan," ungkapnya.
Sebelumnya, dua media di Kota Makassar yakni herald.id dan inikata.com digugat perdata di PN Makassar dengan nomor 3/Pdt.G/2024/PN Mks oleh lima mantan staf khusus di masa pemerintahan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Penggugat menilai dari pemberitaannya tersebut menimbulkan kerugian materiil total senilai Rp700 miliar.
Baca juga: Hakim tolak gugatan Rp100 triliun terhadap enam media di Makassar
Baca juga: Kuasa hukum enam media di Makassar apresiasi putusan hakim
Baca juga: KAJ Sulsel aksi suarakan tolak menggugat jurnalis
Baca juga: Dewan Pers siap dampingi sengketa pers di PN Makassar
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024
Tags: