"Jadi ingat waktu umur tujuh tahun dulu, pertama kali belajar nenun sama saudara-saudara di kampung," ujarnya seraya tersenyum.
Sementara itu, Nurhayati (43), wanita berbaju biru yang sibuk menenun kain khas Buton terlihat serius melanjutkan pekerjaannya. Ia bahkan tak merasa terganggu saat sejumlah pasang mata menatap padanya atau saat sorotan kamera membidiknya.
Jari jemari Nurhayati begitu terampil menenun benang-benang biru mengkilat pada alat tenun tradisional bernama Tapua (dalam bahasa Buton). Maklum, wanita yang sehari-harinya bekerja sebagai ibu rumah tangga ini mengaku sudah 34 tahun melakukan hal ini.
"Kalau dikerjakan terus menerus bisa empat hari, tapi kalau ditinggal-tinggak bisa satu minggu,"ujarnya.
Bagi masyarakat Buton, kain tenun Buton juga menjadi identitas diri dan sosial, ritual agama, juga sebagai media untuk memahami lingkungan alam tempat mereka tinggal.