Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jamdatun berhasil menyelamatkan investasi bernilai triliunan rupiah di sektor maritim. Penyelamatan itu manakala Kejagung mampu memediasi sengketa antara PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) dan PT Karya Teruji Utama (PT KTU).


Nominal investasi di sektor maritim yang telah diselamatkan Kejagung mencapai Rp 4,6 triliun. Adapun polemik antara PT KBN dan PT KTU terkait dengan kepemilikan PT Karya Citra Nusantara (PT KCN) dan pengelolaan pelabuhan dengan nilai investasi sebesar Rp 4,6 Triliun. Kejagung melalui Jamdatun melakukan mediasi selama 4 bulan untuk menyelesaikan sengketa antar keduanya yang telah berlangsung selama 12 tahun.

Seperti diketahui, PT KCN merupakan perusahaan patungan yang dibangun dengan non APBN/APBD untuk mengelola usaha bidang kepelabuhanan di batas sisi utara lahan C-01 kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara dan sahamnya dimiliki oleh PT KBN sebagai subholding Danareksa sebesar 17.5% dan PT KTU sebagai pihak lain di luar pemerintah sebesar 82.5%.

Eks Kasubdit Tindakan Hukum Lain dan Pelayanan Hukum Direktorat Pertimbangan Hukum Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung Irene Putrie mengatakan, keberhasilan penyelesaian sengketa antara PT KTU dan PT KBN terkait PT KCN berdampak pada keberhasilan Kejaksaan Agung sebagai institusi pemerintahan di bidang hukum.

Menurutnya, capaian kesepakatan antara PT KTU dan PT KBN tentang PT KCN memberikan kepastian hukum dalam iklim investasi di sektor maritim, khususnya dalam pelaksanaan pengelolaan pelabuhan pier I, II, dan III yang keseluruhan pembangunan ditargetkan selesai dalam tahun 2026.

“Sengketa antara PT KTU dan PT KBN tentang PT KCN telah diselesaikan sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Mediasi tanggal 17 Maret 2022. Berita Acara Mediasi tersebut disusun dan ditandatangani setelah melalui proses perundingan dan perumusan kesepahaman awal serta identifikasi masalah untuk menyepakati hal-hal yang menjadi sengketa atau perselisihan serta cara penyelesaian yang diinginkan,” ujar Irene Putrie.

“Dengan demikian, melalui proses tersebut Jaksa Pengacara Negara sebagai mediator menerapkan mitigasi risiko yang dituangkan dalam kesepakatan mediasi dengan harapan sengketa serupa tidak akan terjadi kembali,” paparnya.

Jamdatun Utamakan Restorative Justice Dalam Sengketa
Irene mencatat, dalam mediasi sengketa kedua entitas tersebut, Jamdatun mengedepankan restorative justice sehingga masalah dapat diselesaikan secara win-win solution.

Kejaksaan memiliki wewenang, tugas dan fungsi di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, yakni melalui Jamdatun. Penerapan restorative justice dalam konteks sengketa perdata dapat merujuk pada Peraturan Kejaksaan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Perja 7/2021).

Terdapat salah satu layanan yang diberikan Jaksa Pengacara Negara berupa Tindakan Hukum Lain sesuai Bab I huruf D angka 24 Perja 7/2021, di mana dijelaskan bahwa Tindakan Hukum Lain adalah layanan yang diberikan oleh Jaksa Pengacara Negara di luar Penegakan Hukum, Bantuan Hukum, Pelayanan Hukum, dan Pertimbangan Hukum dalam rangka menyelamatkan dan memulihkan keuangan atau kekayaan negara, serta menegakkan kewibawaan pemerintah.

Irene menjelaskan, restorative justice atau keadilan restoratif merupakan pendekatan dalam sistem hukum yang berfokus pada memperbaiki dampak dari suatu kejahatan, baik kepada korban, pelaku, maupun komunitas, bukan hanya memenuhi kebutuhan pemasyarakatan atau hukuman semata. Dalam praktik hukum di Indonesia, konsep ini masih berkembang dan belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem hukum formal.

Dalam konteks sengketa perdata di Indonesia, terdapat beberapa upaya dan praktik yang mencerminkan prinsip-prinsip restorative justice, terutama dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal.

Ada beberapa contoh dalam pendekatan ini, di antaranya mediasi, arbitrase, dan penggunaan metode alternatif.

Mediasi merupakan salah satu pendekatan restorative justice yang umum digunakan dalam penyelesaian sengketa perdata di Indonesia. Dalam mediasi, mediator membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan damai dengan cara berdialog dan mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Mediator berperan sebagai fasilitator yang netral dan tidak memihak.

Sementara, arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal di mana pihak-pihak yang bersengketa setuju untuk menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada satu atau beberapa arbiter atau panel arbiter yang independen.

Dalam proses arbitrase, pihak-pihak yang bersengketa dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, dengan menghindari proses yang lebih panjang dan mahal di pengadilan.
Adapun, penggunaan metode alternatif dipahami bahwa beberapa pihak atau lembaga yang terlibat dalam penyelesaian sengketa perdata di Indonesia telah mulai menggunakan metode alternatif lainnya yang mencerminkan prinsip-prinsip restorative justice, seperti negosiasi kolaboratif dan konsiliasi.

Dalam negosiasi kolaboratif, pihak-pihak yang bersengketa bekerja sama untuk mencapai solusi yang memuaskan kedua belah pihak, sedangkan dalam konsiliasi, pihak ketiga yang netral membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan.

Adapun, dalam sengketa PT KCN dan PT KBN diselesaikan melalui layanan mediasi. Pengertian mediasi sendiri sesuai Bab I huruf D angka 26 Perja 7/2021 adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan (musyawarah) untuk mengidentifikasi permasalahan dan mendorong tercapainya kesepakatan yang dibuat para pihak sendiri.