Pakar: politik Indonesia lemah buru aset koruptor
29 November 2013 21:03 WIB
ilustrasi Dari kiri-kanan, Anggota Fraksi PKB DPR Lily Wahid, Pengamat Politik Boni Hargens, Anggota Fraksi PAN DPR Taslim Chaniago, dan Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menjadi pembicara dalam diskusi politik di Rumah Perubahan, Jakarta, Selasa (20/9). Diskusi mengambil tema tentang Reshuffle Kabinet atau Ganti Presiden. (ANTARA/ Dhoni Setiawan)
Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum Margarito Kamis menilai kebijakan politik pemerintah Indonesia masih lemah dalam upaya memburu aset para koruptor dari hasil tindak kejahatan.
"Mesti ada kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk memburu aset koruptor," kata Margarito di Jakarta, Jumat.
Margarito menyampaikan hal itu pada acara diskusi bertemakan "Perebutan Aset Negara dan Buronan Koruptor".
Margarito menuturkan bahwa perburuan aset pelaku korupsi harus melibatkan antarkepala negara karena menyangkut kebijakan politik dan aturan internasional.
Margarito mencontohkan pembentukan satuan khusus seperti tim pemburu koruptor yang diketuai oleh Wakil Jaksa Agung dianggap sebagai "hiburan" bagi masyarakat.
"Sejak awal saya berpendapat tim pemburu koruptor itu hanya lips service saja sebab mereka sebenarnya tak punya kewenangan memburu (aset) koruptor di luar negeri," ungkap Margarito.
Margarito menyatakan seharusnya Indonesia melalui presiden langsung komunikasi secara intens dengan perdana menteri, presiden negara tersebut.
Ia menjelaskan bahwa pembentukan tim pemburu aset koruptor, termasuk sistem pembuktian terbalik kasus korupsi sudah digulirkan sejak Indonesia menganut sistem perdana menteri yang dipimpinan Burhanudin Harahap pada tahun 1955.
"Namun, tidak berhasil karena situasi politik yang tidak kondusif," ujar pria asal Ternate tersebut.
Margarito berharap Presiden mengambil kebijakan serius dengan mengajak kepala negara lain untuk membuat keputusan politik internasional dalam upaya menyita aset koruptor.
(T014/D007)
"Mesti ada kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk memburu aset koruptor," kata Margarito di Jakarta, Jumat.
Margarito menyampaikan hal itu pada acara diskusi bertemakan "Perebutan Aset Negara dan Buronan Koruptor".
Margarito menuturkan bahwa perburuan aset pelaku korupsi harus melibatkan antarkepala negara karena menyangkut kebijakan politik dan aturan internasional.
Margarito mencontohkan pembentukan satuan khusus seperti tim pemburu koruptor yang diketuai oleh Wakil Jaksa Agung dianggap sebagai "hiburan" bagi masyarakat.
"Sejak awal saya berpendapat tim pemburu koruptor itu hanya lips service saja sebab mereka sebenarnya tak punya kewenangan memburu (aset) koruptor di luar negeri," ungkap Margarito.
Margarito menyatakan seharusnya Indonesia melalui presiden langsung komunikasi secara intens dengan perdana menteri, presiden negara tersebut.
Ia menjelaskan bahwa pembentukan tim pemburu aset koruptor, termasuk sistem pembuktian terbalik kasus korupsi sudah digulirkan sejak Indonesia menganut sistem perdana menteri yang dipimpinan Burhanudin Harahap pada tahun 1955.
"Namun, tidak berhasil karena situasi politik yang tidak kondusif," ujar pria asal Ternate tersebut.
Margarito berharap Presiden mengambil kebijakan serius dengan mengajak kepala negara lain untuk membuat keputusan politik internasional dalam upaya menyita aset koruptor.
(T014/D007)
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013
Tags: