Kasus "perbudakan" buruh pabrik kuali disidangkan
28 November 2013 20:13 WIB
Tersangka kasus perbudakan Yuki Irawan (kanan) menjgikuti persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, Selasa (26/11). Sidang perdana tersebut dengan agenda pembacaan dakwaan kepada Yuki dan keempat mandornya atas kasus perbudakan di pabrik kuali yang berhasil di bongkar pada Mei. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Tangerang (ANTARA News) - Yuki Irawan menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus "perbudakan" buruh pabrik kuali tidak cermat.
"Kami menilai dakwaan JPU tidak cermat dan lemah maka harus dibatalkan demi hukum," kata Slamet Yuwono, kuasa hukum Yuki Irawan, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Kamis.
Ia mengatakan, dakwaan JPU pada nomor 1, 2 dan 3 menyebutkan jika nama Usman dan Taufik sebagai DPO tetapi belum dilakukan pemeriksaan.
"Ada keterangan Taufik dan Usman dalam surat dakwaan jika keduanya kerja dengan Yuki. Namun keduanya belum pernah diperiksa. Lalu, keterangan siapa itu," kata Slamet.
Setelah mendengarkan surat keberatan terdakwa, Majelis Hakim menutup persidangan dan akan kembali menggelar pada Kamis (5/12) dengan agenda jawaban dari JPU atas surat keberatan terdakwa.
Dalam sidang perdana pada hari Selasa (26/11), Yuki Irawan, pemilik pabrik kuali di Desa Lebak Wangi Sepatan, didakwa 15 tahun penjara terkait kasus "perbudakan" buruh.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Suhartono mengatakan, Yuki Irawan didakwa dengan pasal berlapis terkait kasus "perbudakan" buruh.
Pasal tersebut yakni pasal 333 Ayat (1) KUHP tentang perampasan kemerdekaan orang, Pasal 372 KUHP tentang tindak penggelapan, Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 21/2007 Tentang Perdagangan Orang.
Pasal 88 UU Nomor 23/2002 Tentang Perlindungan Anak dan Pasal 24 Ayat (1) UU Nomor 5/1984 Tentang Perindustrian.
Perlu diketahui, pengungkapan kasus tindak pidana perampasan kemerdekaan dan penganiayaan terhadap buruh berawal dari dua orang buruh asal Lampung Utara atas nama Andi Gunawan dan Junaedi yang sudah bekerja selama empat bulan kemudian melarikan diri karena mendapatkan penyiksaan.
Dua orang buruh tersebut kemudian menceritakan perlakuan yang diterimanya kepada keluarga dan lurah setempat sehingga melapor ke Polsek dan Polres Lampung Utara pada tanggal 28 April 2013 dan Komnas HAM.
Lalu, pada tanggal 3 Mei 2013, pukul 15.00 WIB, Polres Kota Tangerang beserta penyidik PPA Polda Metro Jaya dan penyidik Polres Lampung Utara melakukan pengecekan dan terdapat 34 pekerja pabrik diduga mendapatkan perlakuan kasar dari majikan dan orang suruhannya.
Dari hasil pengecekan, tempat usaha industri itu tidak mempunyai Izin Industri dari Dinas Pemda Kabupaten Tangerang, namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan Cikupa tetapi lokasi usaha di Kecamatan Sepatan. (KR-AIF/R010)
"Kami menilai dakwaan JPU tidak cermat dan lemah maka harus dibatalkan demi hukum," kata Slamet Yuwono, kuasa hukum Yuki Irawan, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Kamis.
Ia mengatakan, dakwaan JPU pada nomor 1, 2 dan 3 menyebutkan jika nama Usman dan Taufik sebagai DPO tetapi belum dilakukan pemeriksaan.
"Ada keterangan Taufik dan Usman dalam surat dakwaan jika keduanya kerja dengan Yuki. Namun keduanya belum pernah diperiksa. Lalu, keterangan siapa itu," kata Slamet.
Setelah mendengarkan surat keberatan terdakwa, Majelis Hakim menutup persidangan dan akan kembali menggelar pada Kamis (5/12) dengan agenda jawaban dari JPU atas surat keberatan terdakwa.
Dalam sidang perdana pada hari Selasa (26/11), Yuki Irawan, pemilik pabrik kuali di Desa Lebak Wangi Sepatan, didakwa 15 tahun penjara terkait kasus "perbudakan" buruh.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Suhartono mengatakan, Yuki Irawan didakwa dengan pasal berlapis terkait kasus "perbudakan" buruh.
Pasal tersebut yakni pasal 333 Ayat (1) KUHP tentang perampasan kemerdekaan orang, Pasal 372 KUHP tentang tindak penggelapan, Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 21/2007 Tentang Perdagangan Orang.
Pasal 88 UU Nomor 23/2002 Tentang Perlindungan Anak dan Pasal 24 Ayat (1) UU Nomor 5/1984 Tentang Perindustrian.
Perlu diketahui, pengungkapan kasus tindak pidana perampasan kemerdekaan dan penganiayaan terhadap buruh berawal dari dua orang buruh asal Lampung Utara atas nama Andi Gunawan dan Junaedi yang sudah bekerja selama empat bulan kemudian melarikan diri karena mendapatkan penyiksaan.
Dua orang buruh tersebut kemudian menceritakan perlakuan yang diterimanya kepada keluarga dan lurah setempat sehingga melapor ke Polsek dan Polres Lampung Utara pada tanggal 28 April 2013 dan Komnas HAM.
Lalu, pada tanggal 3 Mei 2013, pukul 15.00 WIB, Polres Kota Tangerang beserta penyidik PPA Polda Metro Jaya dan penyidik Polres Lampung Utara melakukan pengecekan dan terdapat 34 pekerja pabrik diduga mendapatkan perlakuan kasar dari majikan dan orang suruhannya.
Dari hasil pengecekan, tempat usaha industri itu tidak mempunyai Izin Industri dari Dinas Pemda Kabupaten Tangerang, namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan Cikupa tetapi lokasi usaha di Kecamatan Sepatan. (KR-AIF/R010)
Pewarta: Achmad Irfan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013
Tags: