Surabaya (ANTARA News) - Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan sekitar 450.000 ton gula lokal terpaksa "menganggur" di gudang dan belum terserap pasar karena tidak dilepas pemiliknya setelah gula rafinasi beredar secara bebas.

"Beredarnya gula rafinasi secara bebas di pasar sebagai gula konsumsi, mengakibatkan harga gula lokal menjadi anjlok dan dampaknya merugikan petani serta produsen (pabrik gula)," katanya saat pembukaan BUMD Expo 2013 dan Business Gathering di JX International di Surabaya, Kamis.

Pemerintah Provinsi Jatim telah mengambil kebijakan dengan melarang gula rafinasi yang sebenarnya dikhususkan untuk bahan baku industri makanan dan minuman tersebut, masuk ke wilayah Jatim.

Selain itu, katanya, melarang pabrik gula di wilayah Jatim untuk menggiling gula rafinasi dengan tujuan apa pun.

"Meskipun sudah dilarang, masih ada saja gula rafinasi yang merembes ke pasar-pasar. Hal ini disebabkan jumlah gula rafinasi sangat melimpah dan lebih tinggi dari kapasitas kebutuhan dalam negeri," ujar Soekarwo yang akrab disapa Pakde Karwo itu.

Sebagai provinsi penghasil gula terbesar secara nasional dengan produksi pada musim giling 2013 diproyeksikan mencapai 1,25 juta ton, pihaknya merasa perlu untuk memberikan perlindungan kepada petani dari ancaman kerugian.

Apalagi, katanya, dalam beberapa tahun ke depan ada rencana penambahan sekitar 5.000 hektare lahan budi daya tebu di Pulau Madura sebagai upaya mendukung tercapainya program swasembada gula nasional.

"Bahkan, bibit tebu untuk lahan di Pulau Madura sudah disiapkan secara khusus oleh P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia) di Pasuruan, yang disesuaikan dengan struktur lahannya yang kering. Kalau rafinasi tidak dibatasi, produksi gula lokal bisa terus turun," katanya.

Dalam beberapa pekan terakhir, harga lelang gula lokal, baik milik petani maupun pabrik gula, mengalami tekanan dan terus menurun di bawah Rp9.000 per kilogram.

Seperti lelang gula yang dilakukan PT Perkebunan Nusantara XI pada Senin (25/11), harga terbentuk hanya Rp8.865 per kilogram atau mendekati harga pokok penjualan yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp8.100 per kilogram.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil saat pertemuan dengan Gubernur Jatim beberapa waktu lalu, mengatakan kebijakan impor gula rafinasi melalui Kementerian Perdagangan juga melebihi kapasitas yang dibutuhkan sehingga merembes ke pasar.

"Persoalan petani tebu saat ini bukan hanya gula rafinasi impor, tetapi juga rendahnya rendemen (kadar gula dalam batang tebu, red.) gula pada musim giling tahun ini," ujarnya.