RUU kontroversial tersebut disahkan setelah majelis tinggi Parlemen Inggris, Dewan Bangsawan (House of Lords), menarik usulan amendemen RUU yang diajukannya kepada majelis rendah, Dewan Rakyat.
"Pengesahan undang-undang yang penting ini tidak hanya menjadi sebuah langkah maju tapi merupakan perubahan fundamental terhadap migrasi global," ucap Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dalam pernyataannya, Selasa.
"Dengan disahkannya undang-undang ini, kita dapat melakukan hal tersebut dan menjadi penegasan bahwa jika ada yang datang (ke Inggris) secara ilegal, mereka tidak akan bisa tinggal di sini," kata dia, menambahkan.
PM Inggris mengatakan bahwa fokus pihaknya saat ini adalah segera menerapkan UU tersebut. Ia juga meyakini bahwa tidak ada lagi pihak yang dapat merintangi pemerintah untuk melakukan deportasi.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Inggris James Cleverly mengatakan pengesahan RUU tersebut memberi lampu hijau untuk melakukan persiapan akhir memulai penerbangan deportasi ke Rwanda.
"Kami merencanakan penerbangan deportasi dimulai dalam 10 hingga 12 pekan ke depan," kata Cleverly.
Pemerintah Rwanda dan Inggris pada 2022 menandatangani perjanjian migrasi, yang menyepakati bahwa individu yang oleh pemerintah Inggris dianggap sebagai migran tanpa dokumen atau pencari suaka akan diterbangkan ke Rwanda untuk pemrosesan suakanya.
Skema tersebut dikecam berbagai organisasi pembela hak asasi manusia serta kalangan politisi dan pejabat Inggris.
Penerbangan deportasi perdana ke Rwanda seharusnya sudah dilakukan pada Juni 2022 namun dibatalkan menyusul putusan dari Pengadilan HAM Eropa (ECHR) yang menyatakan kebijakan tersebut ilegal.
Pemerintah Inggris lantas mengulang penyusunan skema tersebut tahun lalu karena Mahkamah Agung Inggris memutuskan bahwa skema deportasi awal kurang menjamin keselamatan pencari suaka.
Sumber: Sputnik
Baca juga: PM Sunak: pendatang ilegal di Inggris tidak akan diizinkan tinggal
Baca juga: Inggris perkuat perjanjian deportasi migran ilegal dengan Rwanda