BKKBN tekankan pentingnya kesamaan pengukuran balita di posyandu
23 April 2024 17:48 WIB
Tangkapan layar-Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo mempraktikkan ilustrasi pengukuran balita yang tepat dalam kelas tim pendamping keluarga (TPK) hebat yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa (23/4/2024). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo menekankan pentingnya kesamaan pengukuran bayi di bawah lima tahun (balita) di posyandu agar ada kesesuaian penghitungan angka stunting antara daerah dengan pusat.
"Di masyarakat, dalam penanganan stunting ada masalah, mengapa hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) hasilnya bisa berbeda dengan yang diukur oleh ibu-ibu di posyandu, tim pendamping keluarga (TPK), atau kader, untuk itu, alat pengukurnya perlu disamakan, cara mengukurnya seragam, kemudian pengukurnya juga kompeten," kata Hasto dalam kelas TPK hebat yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Pemprov Banten optimalkan peran PKK bantu cegah stunting
Hasto menegaskan, agar tim pendamping keluarga tidak menganggap sepele ketika mengukur tinggi, panjang, dan berat badan, serta terus mempelajari setiap teknik atau pengetahuan baru tentang pengukuran badan balita.
"Saya sering cerita, ada meniskus namanya, jadi kalau mengukur tinggi badan, antara mata dengan alat ukur atau meteran yang dibaca harus satu garis lurus dengan kepala bayi yang diukur, karena kalau kita mengukur balita yang pendek, kemudian menunduk, nanti ukurannya kan jadi lebih pendek," ucapnya.
Menurutnya, perlu ada pembelajaran yang lebih rutin tentang pengukuran dan penimbangan bayi ini, sehingga data yang disajikan kader dan survei Kementerian Kesehatan bisa selaras.
"Untuk itu, mari kita belajar hal-hal kecil, yang seolah-olah sepele, tetapi penting. Harapan kami, dengan kita belajar yang tepat cara mengukur dan menimbang ini, ke depan kita bisa menyamakan atau mendekatkan antara data yang diperoleh dari penimbangan yang dilakukan oleh kader, kemudian juga dari data survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan," ujar dia.
Baca juga: Tenaga medis temukan empat balita di Badui berstatus stunting
Ia menekankan bahwa hasil ukuran berat badan terhadap tinggi badan sangat penting, salah satunya, berat badan terhadap umur.
"Ketika berat badannya kurang atau lebih rendah (underweight) dari standar yang ada, maka kita tahu itu adalah warning atau rambu-rambu, bahaya kalau terus-menerus seperti itu, nanti tinggi badannya tidak akan berkembang, anak pertumbuhan otaknya juga terganggu," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pengaruh tinggi badan terhadap berat badan, dan tinggi badan terhadap umur juga sangat signifikan untuk mengukur angka stunting.
"Ada yang langsing sekali, gemuk sekali, ini menjadikan rambu-rambu atau warning, anak itu sehat atau tidak, apakah kekurangan kalori atau protein, dan lain sebagainya. Lalu, tinggi badan terhadap umur yang sekarang menjadi ukuran stunted, menjadikan ukuran-ukuran itu sangat penting," demikian Hasto Wardoyo.
Baca juga: Gubernur Sumsel: Dokter obgyn peran penting edukasi stunting ke warga
"Di masyarakat, dalam penanganan stunting ada masalah, mengapa hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) hasilnya bisa berbeda dengan yang diukur oleh ibu-ibu di posyandu, tim pendamping keluarga (TPK), atau kader, untuk itu, alat pengukurnya perlu disamakan, cara mengukurnya seragam, kemudian pengukurnya juga kompeten," kata Hasto dalam kelas TPK hebat yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Pemprov Banten optimalkan peran PKK bantu cegah stunting
Hasto menegaskan, agar tim pendamping keluarga tidak menganggap sepele ketika mengukur tinggi, panjang, dan berat badan, serta terus mempelajari setiap teknik atau pengetahuan baru tentang pengukuran badan balita.
"Saya sering cerita, ada meniskus namanya, jadi kalau mengukur tinggi badan, antara mata dengan alat ukur atau meteran yang dibaca harus satu garis lurus dengan kepala bayi yang diukur, karena kalau kita mengukur balita yang pendek, kemudian menunduk, nanti ukurannya kan jadi lebih pendek," ucapnya.
Menurutnya, perlu ada pembelajaran yang lebih rutin tentang pengukuran dan penimbangan bayi ini, sehingga data yang disajikan kader dan survei Kementerian Kesehatan bisa selaras.
"Untuk itu, mari kita belajar hal-hal kecil, yang seolah-olah sepele, tetapi penting. Harapan kami, dengan kita belajar yang tepat cara mengukur dan menimbang ini, ke depan kita bisa menyamakan atau mendekatkan antara data yang diperoleh dari penimbangan yang dilakukan oleh kader, kemudian juga dari data survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan," ujar dia.
Baca juga: Tenaga medis temukan empat balita di Badui berstatus stunting
Ia menekankan bahwa hasil ukuran berat badan terhadap tinggi badan sangat penting, salah satunya, berat badan terhadap umur.
"Ketika berat badannya kurang atau lebih rendah (underweight) dari standar yang ada, maka kita tahu itu adalah warning atau rambu-rambu, bahaya kalau terus-menerus seperti itu, nanti tinggi badannya tidak akan berkembang, anak pertumbuhan otaknya juga terganggu," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pengaruh tinggi badan terhadap berat badan, dan tinggi badan terhadap umur juga sangat signifikan untuk mengukur angka stunting.
"Ada yang langsing sekali, gemuk sekali, ini menjadikan rambu-rambu atau warning, anak itu sehat atau tidak, apakah kekurangan kalori atau protein, dan lain sebagainya. Lalu, tinggi badan terhadap umur yang sekarang menjadi ukuran stunted, menjadikan ukuran-ukuran itu sangat penting," demikian Hasto Wardoyo.
Baca juga: Gubernur Sumsel: Dokter obgyn peran penting edukasi stunting ke warga
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024
Tags: