Presdir BCA: Bunga The Fed kemungkinan tidak turun dalam waktu dekat
22 April 2024 22:37 WIB
Tangkapan layar Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja saat konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (22/4/2024). (ANTARA/HO-BCA)
Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur (Presdir) PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memperkirakan bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed kemungkinan tidak akan menurunkan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dalam waktu dekat.
"Kalau dilihat higher for longer, saya percaya bahwa paling tidak, tahun ini (penurunan suku bunga The Fed) tidak terjadi dalam waktu singkat. Mei atau Juni itu tidak akanlah mereka menurunkan suku bunga," kata Jahja saat konferensi pers virtual di Jakarta, Senin.
Jahja mengatakan skenario suku bunga tinggi dalam jangka waktu panjang atau higher for longer lebih memungkinkan terjadi mengingat ekonomi AS saat ini cukup baik dengan tingkat pengangguran (unemployment) yang terkendali meskipun inflasi masih belum mencapai target 2 persen.
"Jadi mereka (AS) mungkin tahun ini pun akan menunggu, apakah Desember atau bahkan bisa lebih ekstrem tahun depan baru mulai menurunkan suku bunga," ujar dia.
Selain itu, Jahja juga mengingatkan bahwa AS akan menghadapi dilema mengingat Treasury Amerika Serikat (AS) senilai sekitar 7 triliun dolar AS jatuh tempo pada tahun ini. Hal itu dinilai menambah tekanan pada suku bunga.
Baca juga: BCA tinjau kondisi internal terlebih dulu jika BI naikkan suku bunga
Baca juga: BCA sebut jumlah nasabah "paylater" capai 89 ribu di kuartal I 2024
"Kalau bunga atau kupon yang ditawarkan tidak terlalu menarik, ini bisa jadi pertanyaan juga nanti siapa yang akan membeli treasury bills itu. Ini juga salah satu dilema yang akan dihadapi oleh Amerika," kata dia.
Jahja mengatakan suku bunga The Fed yang dipertahankan di level tinggi tidak hanya dapat berdampak bagi Indonesia melainkan juga dunia.
Negara-negara lain, imbuh dia, juga akan berat untuk menurunkan suku bunga apabila The Fed masih tetap mempertahankan di level 5,25-5,50 persen.
"Akan berisiko kalau suku bunga AS tetap tidak turun, negara lain yang turunkan bunga akan memperlemah currency-nya. Kecuali mereka memiliki strategi dagang dengan ekspor yang lebih besar," kata Jahja.
Baca juga: BCA salurkan kredit hijau Rp197,4 triliun per Maret 2024
Baca juga: BCA: Kredit konsumer naik 14,9 persen pada kuartal I 2024
"Kalau dilihat higher for longer, saya percaya bahwa paling tidak, tahun ini (penurunan suku bunga The Fed) tidak terjadi dalam waktu singkat. Mei atau Juni itu tidak akanlah mereka menurunkan suku bunga," kata Jahja saat konferensi pers virtual di Jakarta, Senin.
Jahja mengatakan skenario suku bunga tinggi dalam jangka waktu panjang atau higher for longer lebih memungkinkan terjadi mengingat ekonomi AS saat ini cukup baik dengan tingkat pengangguran (unemployment) yang terkendali meskipun inflasi masih belum mencapai target 2 persen.
"Jadi mereka (AS) mungkin tahun ini pun akan menunggu, apakah Desember atau bahkan bisa lebih ekstrem tahun depan baru mulai menurunkan suku bunga," ujar dia.
Selain itu, Jahja juga mengingatkan bahwa AS akan menghadapi dilema mengingat Treasury Amerika Serikat (AS) senilai sekitar 7 triliun dolar AS jatuh tempo pada tahun ini. Hal itu dinilai menambah tekanan pada suku bunga.
Baca juga: BCA tinjau kondisi internal terlebih dulu jika BI naikkan suku bunga
Baca juga: BCA sebut jumlah nasabah "paylater" capai 89 ribu di kuartal I 2024
"Kalau bunga atau kupon yang ditawarkan tidak terlalu menarik, ini bisa jadi pertanyaan juga nanti siapa yang akan membeli treasury bills itu. Ini juga salah satu dilema yang akan dihadapi oleh Amerika," kata dia.
Jahja mengatakan suku bunga The Fed yang dipertahankan di level tinggi tidak hanya dapat berdampak bagi Indonesia melainkan juga dunia.
Negara-negara lain, imbuh dia, juga akan berat untuk menurunkan suku bunga apabila The Fed masih tetap mempertahankan di level 5,25-5,50 persen.
"Akan berisiko kalau suku bunga AS tetap tidak turun, negara lain yang turunkan bunga akan memperlemah currency-nya. Kecuali mereka memiliki strategi dagang dengan ekspor yang lebih besar," kata Jahja.
Baca juga: BCA salurkan kredit hijau Rp197,4 triliun per Maret 2024
Baca juga: BCA: Kredit konsumer naik 14,9 persen pada kuartal I 2024
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024
Tags: