BKSDA Sampit terima bayi lutung merah dari warga
21 April 2024 10:23 WIB
BKSDA Resort Sampit menerima seekor bayi kelasi yang diselamatkan warga, Desa Bapinang Hulu, Kecamatan Pulau Hanaut, (20/4/2024). (ANTARA/HO-BKSDA Sampit)
Sampit (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menerima seekor bayi kelasi (lutung merah) dari seorang warga di Desa Bapinang Hulu, Kecamatan Pulau Hanaut.
“Kami menerima penyerahan seekor bayi kelasi dari seorang warga di Pulau Hanaut bernama Ari Susanto, satwa itu ditemukan di kebun miliknya,” kata Kepala BKSDA Resort Sampit Muriansyah di Sampit, Ahad.
Muriansyah menjelaskan kronologi penemuan bayi kelasi tersebut berdasarkan keterangan warga. Pada Rabu 17 April 2024, warga yang bersangkutan sedang bekerja di kebun miliknya lalu melihat induk kelasi yang dikejar kelasi lainnya. Dalam proses kejar-kejaran itu bayi kelasi jatuh dari gendongan sang induk.
Warga itu menunggu induk kelasi kembali untuk menjemput anaknya, namun sampai siang hari sang induk tak kunjung kelihatan. Merasa kasihan dan khawatir bayi kelasi akan mati atau diserang satwa lain, warga pun membawa satwa itu pulang untuk dirawat.
Kendati demikian, warga tersebut menyadari bahwa kelasi termasuk satwa yang dilindungi Undang-undang dan tidak seharusnya dipelihara, sehingga ia mencari informasi untuk dapat menyerahkan satwa tersebut ke pihak berwenang.
“Pada Jumat, kami menerima informasi dari rekan jurnalis ada warga yang ingin menyerahkan bayi kelasi yang baru ditemukan. Kami langsung menghubungi warga yang bersangkutan dan meluncur ke lokasi untuk proses serah terima,” cakapnya.
Ketika sampai ke tangan BKSDA Resor Sampit kondisi bayi kelasi tersebut tampak sehat dan tidak ada luka. Bayi kelasi tersebut berjenis kelamin jantan dengan usia diperkirakan di bawah satu bulan.
Muriansyah menyerahkan satwa dengan didampingi seorang petugas Manggala Agni dan dua relawan serta disaksikan warga setempat. Kini satwa tersebut telah diamankan di BKSDA Resort Sampit.
Selanjutnya, satwa tersebut akan dibawa ke BKSDA Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Pangkalan Bun untuk dirawat atau direhabilitasi mengingat satwa tersebut masih terlalu kecil, setelah cukup dewasa akan dilakukan pelepasan.
“Kami berterima kasih atas kesadaran warga untuk menyerahkan satwa dilindungi kepada kami. Selain untuk mematuhi aturan, ini merupakan langkah penting untuk menjaga kelestarian satwa kita. Kami berharap yang dilakukan saudara Ari Susanto menjadi contoh bagi masyarakat apabila menemukan satwa yang dilindungi,” demikian Muriansyah.
Kelasi disebut juga lutung merah memiliki nama latin Presbytis rubicunda dan termasuk keluarga (famili) Cercopithecidae, dalam bahasa Inggris kelasi disebut dengan Red Langur.
Seluruh wilayah hutan Kalimantan dan beberapa diantaranya terdapat di Sabah, Malaysia, merupakan habitat hidup dari satwa itu. Namun, sayang satwa ini termasuk primata yang terancam punah.
Oleh karena itu, Kelasi menjadi salah satu satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Pada Pasal 21 ayat 2, di situ disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Bagi yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap pasal di atas maka bisa dipidana penjara hingga lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Sedangkan bagi yang lalai melakukan pelanggaran tersebut dapat dipidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak lima puluh juta rupiah.*
“Kami menerima penyerahan seekor bayi kelasi dari seorang warga di Pulau Hanaut bernama Ari Susanto, satwa itu ditemukan di kebun miliknya,” kata Kepala BKSDA Resort Sampit Muriansyah di Sampit, Ahad.
Muriansyah menjelaskan kronologi penemuan bayi kelasi tersebut berdasarkan keterangan warga. Pada Rabu 17 April 2024, warga yang bersangkutan sedang bekerja di kebun miliknya lalu melihat induk kelasi yang dikejar kelasi lainnya. Dalam proses kejar-kejaran itu bayi kelasi jatuh dari gendongan sang induk.
Warga itu menunggu induk kelasi kembali untuk menjemput anaknya, namun sampai siang hari sang induk tak kunjung kelihatan. Merasa kasihan dan khawatir bayi kelasi akan mati atau diserang satwa lain, warga pun membawa satwa itu pulang untuk dirawat.
Kendati demikian, warga tersebut menyadari bahwa kelasi termasuk satwa yang dilindungi Undang-undang dan tidak seharusnya dipelihara, sehingga ia mencari informasi untuk dapat menyerahkan satwa tersebut ke pihak berwenang.
“Pada Jumat, kami menerima informasi dari rekan jurnalis ada warga yang ingin menyerahkan bayi kelasi yang baru ditemukan. Kami langsung menghubungi warga yang bersangkutan dan meluncur ke lokasi untuk proses serah terima,” cakapnya.
Ketika sampai ke tangan BKSDA Resor Sampit kondisi bayi kelasi tersebut tampak sehat dan tidak ada luka. Bayi kelasi tersebut berjenis kelamin jantan dengan usia diperkirakan di bawah satu bulan.
Muriansyah menyerahkan satwa dengan didampingi seorang petugas Manggala Agni dan dua relawan serta disaksikan warga setempat. Kini satwa tersebut telah diamankan di BKSDA Resort Sampit.
Selanjutnya, satwa tersebut akan dibawa ke BKSDA Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Pangkalan Bun untuk dirawat atau direhabilitasi mengingat satwa tersebut masih terlalu kecil, setelah cukup dewasa akan dilakukan pelepasan.
“Kami berterima kasih atas kesadaran warga untuk menyerahkan satwa dilindungi kepada kami. Selain untuk mematuhi aturan, ini merupakan langkah penting untuk menjaga kelestarian satwa kita. Kami berharap yang dilakukan saudara Ari Susanto menjadi contoh bagi masyarakat apabila menemukan satwa yang dilindungi,” demikian Muriansyah.
Kelasi disebut juga lutung merah memiliki nama latin Presbytis rubicunda dan termasuk keluarga (famili) Cercopithecidae, dalam bahasa Inggris kelasi disebut dengan Red Langur.
Seluruh wilayah hutan Kalimantan dan beberapa diantaranya terdapat di Sabah, Malaysia, merupakan habitat hidup dari satwa itu. Namun, sayang satwa ini termasuk primata yang terancam punah.
Oleh karena itu, Kelasi menjadi salah satu satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Pada Pasal 21 ayat 2, di situ disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Bagi yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap pasal di atas maka bisa dipidana penjara hingga lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Sedangkan bagi yang lalai melakukan pelanggaran tersebut dapat dipidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak lima puluh juta rupiah.*
Pewarta: Muhammad Arif Hidayat/Devita Maulina
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024
Tags: