Ada sebanyak 1.311 Surat Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang sejak tahun 1971 hingga kini belum menyerahkan kewajiban berupa fasos-fasum.
Padahal, kata Mujiyono, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu memberikan predikat wajar tanpa pengecualian dalam enam tahun terakhir ini. Catatan BPK tersebut selalu menyoroti masalah aset Pemprov DKI Jakarta yang salah satunya terkait kewajiban pengembang soal fasos-fasum.
"Jadi tanda tanya besar, laporan keuangan mendapat predikat WTP, tapi masih banyak problem seperti ini. Makanya, kami menginisiasi melakukan rapat kerja soal fasos-fasum. Dan ternyata, kami temukan banyak hal yang menjadi pertanyaan besar," ujar Mujiyono.
Mujiyono menyebut misalnya dari laporan yang diterimanya ada nama pengembang CV Harapan Baru mendapatkan SIPPT tahun 1971 dengan luasan lahan 148 ribu meter persegi untuk pengembangan perumahan di Jelambar, Jakarta Barat.
"Contoh dari tahun 1971,ada CV Harapan Baru, mendapatkan SIPTT dengan luas tanah 140 ribu meter persegi di Jelambar, Jakarta Barat untuk membangun perumahan. Kewajiban pengembang, kita tidak pernah tahu berapa besarannya," ungkap Mujiyono.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Terkecuali (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan BPK termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian," kata Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit saat penyerahan hasil pemeriksaan BPK atas pelaksanaan Anggaran Tahun 2022 di Gedung DPRD DKI, Senin (29/5/2023).
Ini merupakan kali keenam Pemprov DKI Jakarta menyematkan predikat tersebut sejak tahun 2017.
Baca juga: DKI perkuat kerja sama instansi untuk percepat penyediaan fasos-fasum
Baca juga: Survei REI DKI: Mayoritas anggota puas dengan proses perizinan
Baca juga: KCIC: Ada pelibatan pengembang untuk akses ke stasiun kereta cepat