Jakarta (ANTARA News) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menginginkan RUU Penyiaran yang sedang dibahas agar berpihak kepada perlindungan anak dengan melarang iklan, promosi dan sponsor rokok.

"KPAI mendesak DPR RI bersama pemerintah mencantumkan larangan siaran iklan, promosi, dan sponsor rokok dalam RUU Penyiaran yang tengah dibahas saat ini," kata Wakil Ketua dan Komisioner Bidang Kesehatan KPAI Iswandi Mourbas, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, pelarangan tersebut adalah untuk memberikan perlindungan kepada anak agar tidak menjadi perokok.

Ia mengingatkan, Undang undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 59 dan Pasal 67 telah memandatkan bahwa negara dan pemerintah wajib bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada anak yang menjadi korban zat adiktif, termasuk rokok.

Selama kurun waktu 15 tahun, lanjutnya, jumlah prevelansi perokok meningkat dari yaitu dari 13,7 persen pada tahun 1995 menjadi 38,4 persen pada tahun 2010.

Iswandi menambahkan bahwa dalam berbagai studi dan survei, membuktikan bahwa hampir 90 persen anak-anak melihat iklan rokok di televisi. "Ini menunjukan bahwa pengaturan penayangan iklan rokok saat ini tidak efektif," ucapnya.

Ia menyoroti bahwa aturan itu hanya mengatur lembaga penyiaran untuk tidak menunjukan wujud rokok di televisi pada jam 21.30 sampai jam 05.00, dengan tujuan agar anak-anak tidak melihat iklan rokok di televisi.

Padahal, tegas dia, televisi yang menggunakan frekuensi milik publik semestinya digunakan untuk memberikan perlindungan kepada anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal seperti yang dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28 B Ayat (2).

Karena itu, KPAI dan Konsorsium Perlindungan Anak dari Zat Adiktif merekomendasikan pelarangan secara menyeluruh segala bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok di seluruh media penyiaran sebagai salah satu upaya pencegahan anak menjadi korban eksploitasi zat adiktif (rokok) yang harus dilakukan pemerintah.