Bandarlampung (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia menyatakan persyaratan menjadi calon legislatif saat ini masih sangat longgar, sehingga perekrutannya terkesan asal-asalan dan kurang mengedepankan etika.

Ketua Bawaslu Muhammad, di Bandarlampung, Sabtu, mengatakan, persyaratan dan seleksi yang kelewat longgar di masing-masing parpol tersebut menyebabkan banyak caleg yang tidak berkompeten dan bermasalah dengan moral, bisa maju dalam perebutan kursi dan suara.

Hal itu dapat menyebabkan semakin meningkatnya apatis politik masyarakat dan berbanding lurus dengan tingkat partisipasi pemilih.

Dia mencontohkan, persyaratan menjadi caleg di Undang-undang yang kelewat mudah dan tidak mengedepankan norma dan etika, menyebabkan banyak caleg beristri lebih dari satu bisa maju bertarung, dan mendapat protes dari masyarakat.

"Banyak surat yang masuk ke kami memprotes si anu istrinya tiga, tolong dicoret, kami tidak bisa melakukannya, karena tidak ada dalam undang-undang," kata dia.

Selain itu, dia melanjutkan, hal lain yang harus segera direvisi adalah caleg yang bermasalah hukum, utamanya korupsi dan narkoba, yang harus dicoret walau belum ada keputusan hukum yang mengikat.

"Banyak yang mengakali aturan ini, sehingga caleg yang bermasalah hukum masih bisa maju karena dia bisa membayar untuk mengakali pengadilan, agar sidang putusan bisa diperlambat," kata dia.

Menurut dia, pencoretan caleg yang bermasalah dengan hukum harus dilakukan saat dia menjadi tersangka, bukan saat menjadi terpidana.

Selain itu, Muhammad juga meminta partai politik juga bertanggung jawab penuh dengan kemampuan dan kualitas caleg perempuan yang diusungnya, dan tidak asal comot hanya karena mengejar kuota 30 persen perempuan.

"Kami imbau untuk pileg selanjutnya agar parpol bisa mempersiapkan kader perempuan yang betul-betul berkualitas untuk dicalonkan, dan tidak asal comot," kata dia.

Muhammad yang juga berprofesi sebagai akademisi itu mencontohkan temuan Bawaslu pada Pemilu 2009 tentang adanya caleg perempuan yang berstatus pekerja rumah tangga (PRT) di satu partai tertentu demi mengejar kuota 30 persen.

"Itu bukti nyata parpol mengambil jalan pintas, hal inilah yang sering membuat masyarakat apatis terhadap pemilu," kata dia.
(A054/C/H-KWR)