Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, mengatakan, gelombang demonstrasi di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, sebagai bentuk kekecewaan masyarakat kepada Australia adalah sesuatu yang wajar.


Presiden Susilo Yudhyoyono telah menghentikan beberapa kerja sama strategis dengan Australia, kemarin, sebagai respons kekeraskepalaan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, yang menolak memberi penjelasan resmi penyadapan mereka kepada para petinggi Indonesia.




Di depan Parlemen Australia, di Canberra, Abbott menegaskan, tidak akan memberi penjelasan apapun kepada Jakarta tentang penyadapan yang dilakukan dari kantor kedutaan besarnya di Jakarta. Hal ini bentuk "kepatuhan" Canberra pada sikap sama yang dilakukan Washington atas gugatan serupa dari Berlin dan Paris.




"Demonstrasi sebagai ekpresi ungkapan ketidaksenangan, protes adalah hal yang biasa dan boleh dilakukan setiap warga negara di negara demokratis," kata dia, di Jakarta, Kamis.



Yang paling penting, kata pensiunan marsekal TNI ini, massa demonstran tidak anarkis, merusak fasilitas umum, dan hal-hal buruk lain.




"Jangan melakukan tindakan anarkis yang justru bertentangan dan menciderai nilai demokrasi itu sendiri," kata mantan panglima TNI itu.




Sejumlah massa dari berbagai elemen, antara lain Front Pemuda Muslim Maluku, Laskar Barisan Merah Putih, Himpunan Mahasiswa Islam Az-Zahra, dan beberapa yang lain. 1.600 personel polisi disiagakan menjaga keamanan lokasi demonstrasi itu.