Empat BEM yang menyerahkan dokumen di Gedung II MK, Jakarta Pusat, Selasa, itu adalah Dewan Mahasiswa Justicia FH Universitas Gadjah Mada (UGM), BEM FH Universitas Padjadjaran (Unpad), BEM FH Universitas Diponegoro (Undip), dan BEM FH Universitas Airlangga (Unair).
Sementara itu, pihak MK yang menerima berkas diwakili oleh Kepala Bagian Sektap AACC dan Kerja Sama Luar Negeri Immanuel Hutasoit serta Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Andi Hakim.
"Kami menerima delapan dokumen amicus curiae dan telah kami terima dengan baik. Kami akan sampaikan kepada Yang Mulia Majelis Hakim, tentunya dengan juga melalui mekanisme-mekanisme administrasi," kata Immanuel.
Tidak hanya Immanuel, Andi juga mengatakan bahwa dokumen yang telah mereka terima akan disampaikan secara komprehensif.
"Kami akan menyampaikan amicus curiae ini kepada Yang Mulia Mahkamah Konstitusi yang mengadili perkara PHPU. Kami akan sampaikan ini secara komprehensif," kata dia.
Baca juga: 46 guru besar dan dosen nyatakan sebagai "amicus curiae" untuk AMAN
Baca juga: MK terima pengajuan "amicus curiae" dari akademisi dan masyarakat
"Amicus ini kami ajukan semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab moral dan keprihatinan kami selaku mahasiswa hukum terhadap apa yang terjadi pada pemilihan umum presiden dan pemilu keseluruhannya pada tahun ini," kata dia.
Mereka berharap MK mempertimbangkan poin-poin penjelasan yang mereka ajukan di dalam dokumen.
Adapun poin yang disampaikan adalah merekomendasikan Yang Mulia Majelis Hakim MK untuk mempertimbangkan beberapa usulan.
Usulan pertama adalah membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara nasional dalam Pemilu 2024.
Kedua, memerintahkan KPU untuk mengadakan ulang pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan independensi, imparsial, dan berintegritas.
Ketiga, merekomendasikan majelis hakim agar bertindak progresif dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan substantif serta kemanfaatan dalam pengambilan keputusan dan tidak hanya mengedepankan aspek keadilan formal yang sempit atau kepastian hukum semata.
Terakhir, mengusulkan agar majelis hakim memutuskan perkara PHPU pilpres berdasarkan hati nurani dan menolak segala bentuk intervensi sehingga dapat menghasilkan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).