Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, DPR RI hanya mempunyai dua pilihan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, DPR RI sudah harus bersikap terhadap Perppu tersebut dalam masa sidang sekarang, menerima atau menolak. Kalau diterima, Perppu tersebut otomatis menjadi UU. Kalau ditolak, Perppu otomatis tidak berlaku dan harus dicabut oleh Presiden. DPR RI tidak bisa mengajukan usul amandemen terhadap Perppu," kata Yusril kepada ANTARA News, Jakarta, Selasa.

Dilkatakannya, saat ini MK sedang menguji Perppu yang juga sedang dibahas di DPR RI karena ada pihak yang mengajukan permohonan pengujian.

"Maka MK dan DPR RI sekarang seperti adu cepat, siapa yang lebih duluan selesai kerjanya," kata dia,

Kalau DPR lebih dulu selesai dan menolak Perppu untuk disahkan, maka MK kehilangan obyek pengujiannya. Apanya lagi yang mau diuji MK atau mau dilanjutkan pengujiannya kalau Perpu yang sedang diuji sudah dicabut?

Sebaliknya, ujar mantan Mensesneg itu, jika Perppu telah disahkan jadi UU sementara MK belum selesai menguji, maka obyek pengujian juga gugur dengan sendirinya. Sebab yang dimohon untuk diuji adalah Perpu Nomor 1 Tahun 2013 yang statusnya telah berubah menjadi UU Nomor XYZ Tahun 2013 tentang Pengesahan Perpu tersebut.

Jelas obyek pengujian sudah berubah status, dan saat itu Pemohon tidak boleh lagi mengubah permohonan pengujian Perpu yang mereka mohonkan.

"Maka, jika dilihat dari sudut hukum acara, permohonan tersebut harus diputus dengan amar "Tidak Dapat Diterima" atau niet ontvankelijke verklaard (NO)," ungkapnya. (*)