Jakarta (ANTARA) - Upaya pemerintah mengatasi stunting hanya dapat terwujud dengan menjaga perairan darat dan laut serta nelayan sebagai penjaga perairan.
Nelayan tidak hanya memasok ikan bagi masyarakat, tetapi memasok gizi yang tinggi bagi masyarakat.
Tengok saja data prevalensi stunting nasional di Indonesia pada 2024 yang mencapai 6,1 persen, tetapi di wilayah-wilayah yang masyarakatnya mengkonsumsi ikan tertinggi, angka stuntingnya rendah, karena di bawah rata-rata nasional.
Sebut saja Kota Palembang yang angka stuntingnya hanya 0,3 persen. Demikian pula Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Banjarmasin yang angka stuntingnya masing-masing hanya 1,1 persen; 1,3 persen; dan 2,1 persen.
Ikan yang ditangkap nelayan menjadi jembatan pendek (short bridge) bagi masyarakat untuk menambang nutrisi yang terkumpul di perairan terutama di lautan.
Hampir sebagian besar nutrisi yang berada di permukaan bumi berasal dari mineral yang berada di perut bumi.
Mineral tersebut membentuk agregat yang kemudian disebut batuan. Permukaan bumi yang semula berupa batuan terpapar iklim dengan suhu panas dan dingin serta guyuran hujan yang datang silih berganti.
Dampaknya permukaan batuan melapuk membentuk tanah yang semakin menebal di lokasi tersebut atau terbawa ke tempat lain oleh air atau angin.
Batuan yang melapuk itu sekaligus melepaskan nutrisi yang larut menyatu dengan tanah. Pada siklus yang umum, nutrisi tersebut diserap tanaman lalu dikonsumsi hewan.
Manusia yang mengkonsumsi hewan atau tanaman kemudian menyerap nutrisi sebagai penyusun tubuh. Di sisi lain nutrisi di dalam tanah dalam bentuk larut terbawa air hujan ke perairan terdekat, sungai kecil, sungai besar, danau, lalu ke muara pantai dan berakhir di lautan bebas.
Hal itulah yang menyebabkan air laut terasa asin karena menjadi tempat berkumpulnya nutrisi-nutrisi yang terlarut di daratan dan terbawa ke laut.
Dengan kata lain lautan dan samudera yang menjadi habitat ikan adalah tempat berkumpulnya nutrisi di muka bumi.
Hal itulah yang menjelaskan mengapa protein pada ikan begitu tinggi melampaui tanaman maupun hewan pada umumnya. Ikan hidup pada habitat yang merupakan deposit nutrisi terbesar.
Nutrisi di lautan juga dalam bentuk yang mudah diserap tubuh ikan karena berupa ion-ion di dalam air laut yang dapat keluar masuk tubuh ikan.
Hal tersebut berbeda dengan tanaman maupun hewan di daratan yang hanya menyerap nutrisi dalam bentuk tersedia yang terbatas jumlahnya.
Di daratan meskipun sumber nutrisi banyak, tetapi masih dalam bentuk mineral atau batuan sehingga belum dapat diserap langsung oleh tanaman maupun hewan.
Ia hanya dapat diserap ketika telah mengalami hancuran oleh iklim atau makhluk hidup sehingga sudah dalam bentuk kation dan anion yang larut.
Contoh paling mudah adalah ketika akar semu lumut maupun akar tanaman melepaskan asam-asam lemah untuk menghancurkan permukaan batuan sedikit demi sedikit sehingga mineral yang semula berada dalam batu menjadi kation atau anion yang dapat diserap tanaman.
Hari Nelayan
Pada konteks inilah peran ikan menjadi penting terutama pada bulan April. Beberapa hari lalu, tepatnya pada 6 April 2024, merupakan Hari Nelayan.
Laut sebagai sumber nutrisi harus dijaga sehingga kontribusi nelayan menjaga keseimbangan ekosistem laut dan menyediakan sumber daya pangan bagi masyarakat harus dihargai.
Nelayan tidak hanya sebagai penyedia ikan, tetapi juga berkontribusi besar pada kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Nelayan yang sehat dapat menjaga laut tetap sehat sehingga ikan yang hidup di dalamnya sehat bebas polutan sehingga masyarakat yang mengkonsumsi ikan juga sehat.
Pemerintah dapat membuat skema-skema penghargaan atau reward kepada para nelayan yang tergabung dalam kelompok-kelompok nelayan yang berjasa menjaga lautan.
Keluarga nelayan juga dapat diajarkan mengolah limbah ikan maupun limbah rumput laut menjadi pupuk karena memiliki nutrisi tinggi bagi tanaman.
Dengan cara ini keluarga nelayan juga dapat berperan besar menyuburkan daratan sehingga menghasilkan tanaman dan hewan dengan kandungan nutrisi tinggi yang dapat dikonsumsi manusia.
Di alam peran laut menyuburkan daratan secara alami dibantu oleh burung-burung air. Kawanan burung air yang mengkonsumsi ikan tinggal di suatu tempat bersama-sama sehingga meninggalkan tumpukan kotoran yang mengandung nutrisi tinggi seperti fosfor.
Kotoran tersebut disebut guano yang kemudian sering ditambang oleh manusia sebagai sumber pupuk organik.
Pada proses yang lebih rumit, seperti proses geologis, peran laut sudah lama diakui menjadi lahan yang subur.
Dasar lautan yang terangkat oleh proses geologis kemudian mengering menjadi sumber pupuk atau lahan yang kaya nutrisi. Dasar lautan tersebut berubah menjadi tanah oleh hancuran iklim lalu menjadi daratan yang subur.
Peran seperti itu dapat dilakukan manusia, keluarga nelayan, dengan mengolah limbah lautan.
Limbah dapat diolah menjadi pupuk ketimbang hancur dan langsung kembali ke lautan tanpa melewati alur yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Peran pemerintah tentu dibutuhkan untuk membantu nelayan karena salah satu kendala produksi pupuk organik adalah pasarnya. Pemasaran pupuk organik ke publik juga bukan persoalan mudah karena membutuhkan standar serta proses yang rumit.
Satu-satunya cara yang memungkinkan adalah dengan memperkuat kelompok seperti Kontak Tani dan Nelayan yang jaringannya berada di seluruh Indonesia.
Penggunaan dan pemasaran pupuk organik di kalangan internal masih memungkinkan. Dengan cara itu kontribusi nelayan pada kesehatan Bangsa Indonesia dengan produksi ikannya semakin meluas karena menjaga laut serta juga memanfaatkan limbahnya sebagai pupuk.
Nelayan berkontribusi pada "short bridge" dan "long bridge" untuk menyediakan nutrisi bagi umat manusia pada umumnya dan pada stunting pada khususnya.
*) Penulis adalah Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Telaah
Nelayan, laut, dan stunting
Oleh Dr. Destika Cahyana, SP, M.Sc*)
8 April 2024 12:11 WIB
Sejumlah nelayan mengangkut ikan hasil tangkapannya untuk dibawa ke pelelangan ikan di Teluk Labuan, Pandeglang, Banten, Minggu (24/3/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/rwa.
Copyright © ANTARA 2024
Tags: