Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Railway Watch (IRW) menilai direksi PT Kereta Api (KA) hingga semester I tahun ini kurang solid dan terbukti kinerjanya tetap memprihatinkan. "Sudah setahun menjabat, tetapi hingga semester I 2006 ini ternyata belum mampu menanggulangi tabrakan antara KA dengan KA dan tabrakan KA dengan kendaraan umum," kata Direktur Eksekutif IRW, Taufik Hidayat saat menyampaikan paparannya di Jakarta, Senin. Taufik merinci tabrakan KA dengan KA pada semester I 2005 terjadi tujuh kali dan periode yang sama 2006 hanya empat kali, tetapi kecelakaan KA yang berkategori sangat fatal tetap saja terjadi dan menewaskan 26 orang dan luka berat 39 orang. "Sementara semester I 2005, kecelakaan KA telah merenggut nyawa 36 orang dan luka berat 83 orang. Artinya, secara kuantitas sudah menurun, tetapi kualitasnya meningkat," katanya. Untuk tabrakan KA dengan Kendaraan Umum pada semester I 2005 dibanding periode yang sama 2006, masih bertahan enam kali atau tidak bisa diturunkan atau dikurangi dengan KA terguling 27 kali (2005) dan 22 kali (2006). Kemudian, untuk kecelakaan KA akibat longsor atau bencana alam juga bertahan pada tiga kali untuk periode yang sama, sedangkan dengan penyebab lain-lain tujuh kali (2005) dan empat kali (2006). Dengan demikian, jumlah kecelakaan KA pada semester 1 2005 sebesar 50 kali dan pada periode yang sama 2006 menjadi 39 kali. "Menurun kuantitasnya, tetapi secara kualitas tetap tak bergeming," katanya. Taufik juga menekankan bahwa ketepatan waktu merupakan kunci utama bisnis angkutan KA. Untuk itu, seharusnya PT KA relatif lebih sedikit mengalami gangguan karena jalurnya yang khusus dan sistem operasinya yang terkendali dengan sangat rapi. Namun, kenyataannya di Indonesia ketepatan waktu KA merupakan barang langka. Saat berangkat dari stasiun asal saja sudah terlambat, maka sudah pasti tibanya di stasiun tujuan sudah pasti terlambat. Padahal, tegasnya, menurut standar PT KA, tidak boleh ada keterlambatan dalam keberangkatan KA (standar: 0 menit) dan keterlambatan tiba di stasiun tujuan hanya ditolerir selama 10 menit. "Namun, nyatanya pada semester I Tahun 2006 ini, keterlambatan tiba mencapai 42,7 menit. Keterlambatan KA harus diwaspadai, karena keterlambatan ini merupakan embrio kecelakaan," katanya. Oleh karena itu, Taufik sangat menyayangkan atas kinerja Direksi PT KA ini yang dikomandani oleh Dirut Ronny Wahyudi ini dan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Padahal, tegasnya, pengangkatan mereka didukung penuh oleh Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) dan suasana kerja relatif lebih kondusif dibanding masa-masa direksi sebelumnya. Manajemen juga didukung oleh pendanaan sangat besar untuk PSO (public service obligation) yang tahun ini mencapai Rp350 miliar. "Itu belum termasuk dana-dana lainnya yang secara keseluruhan mencapai Rp2,5 triliun," kata peneliti perkeretaapian ini.(*)