Pekanbaru (ANTARA) - Indragiri Hilir (Inhil) merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang memiliki banyak ragam budaya, salah satunya adalah Bagarakan Pengantin Sahur. Tradisi unik ini selalu digelar saat Ramadhan yang tujuan utamanya adalah membangunkan orang untuk bersahur.

Pengantin sahur merupakan kegiatan arak-arakan sepasang mempelai yang dirias dan dikemas sedemikian menarik dengan aneka hiasan di pelaminan. Beberapa pasang pengantin yang sudah dirias lengkap dengan pakaian resepsi, layaknya pengantin sungguhan, diarak keliling kampung menggunakan gerobak yang sekaligus sebagai pelaminan.

Gerobak yang digunakan untuk membawa pengantin disulap menjadi pelaminan kecil warna-warni dihias bunga-bunga lengkap, dengan lampu disertai pernak pernik, sehingga memberi kesan mewah. Tak lupa, suara musik bernuansa islami turut diperdengarkan sebagai hiburan, sekaligus memperkuat suasana bulan suci.

Tujuan dari Bagarakan Pengantin Sahur sebenarnya sangatlah sederhana, yakni membangunkan dan memberikan semangat warga untuk santap sahur pada dini hari.

Ketua Pelaksana Bagarakan Pengantin Sahur Desa Pulau Palas, Kabupaten Inderagiri Hilir, Tengku Said Basirun, mengatakan tradisi bagarakan pengantin sahur sudah ada di kabupaten yang berbatasan dengan Provinsi Jambi itu sejak 1960-an, dan terus dilestarikan hingga saat ini, bahkan dikemas lebih menarik.

Seiring berkembangnya zaman, pengantin sahur dijadikan simbol yang bertujuan memeriahkan bulan suci Ramadhan, hingga akhirnya menjadi ajang perlombaan, sekaligus hiburan bagi masyarakat sekitar.

"Kalau pada masa itu masih tradisional mengarak pengantin dengan menggunakan lampu strongking (petromaks) dan obor sambil berjalan kaki, namun sekarang makin berkembang dengan arak-arakan disertai sound system besar. Oleh sebab itu, sekarang kami buat menjadi dua pertandingan, yakni versi lama dan versi modern yang kita akan angkat," ucap Tengku Said Basirun kepada ANTARA.

Desa Pulau Palas di Kecamatan Tembilahan Hulu merupakan salah satu desa yang terus melestarikan Bagarakan Pengantin Sahur, mengingat ajang tersebut merupakan momen yang sangat dinanti masyarakat.

Hal itu terlihat dari tingginya antusias masyarakat setiap tahunnya untuk ikut serta memeriahkan tradisi Bagarakan Pengantin Sahur, baik sebagai peserta atau hanya sekadar menyaksikan pawai di tengah malam.

Pada Ramadhan tahun ini, 15 kelompok ikut serta memeriahkan Festival Bagarakan Pengantin Sahur. Kelompok tersebut diambil dari lima dusun di Desa Pulau Palas, dengan jumlah peserta tiga kelompok setiap dusunnya.

Ke depan, masyarakat akan terus membesarkan tradisi yang sudah sangat dikenal, tidak hanya di Desa Pulau Palas, tapi juga se-Inhil.

Penjabat Bupati Inhil Herman yang turut menyaksikan tradisi unik itu mengatakan Bagarakan Pengantin Sahur seharusnya sudah masuk dalam warisan budaya tak benda Indonesia karena sudah turun temurun dan berkelanjutan sejak puluhan tahun silam.

Tradisi ini merupakan kegiatan yang memang patut dilestarikan hingga dapat masuk dalam kategori warisan budaya tak benda. Pemkab menekankan perlunya pengemasan acara menjadi lebih baik lagi.

Pemkab juga menyambut baik kegiatan Bagarakan Pengantin Sahur karena kegiatan tersebut memiliki nilai budaya yang kuat, tidak hanya sebagai hiburan, namun juga menjadi atmosfer ajang silaturahim dan menambah keakraban, terutama di bulan Ramadhan.

Pemkab akan terus memberi dukungan pelaksanaan Bagarakan Pengantin Sahur hingga menjadi ajang rutin tahunan di tingkat nasional.

Jika hari ini masih menjadi budaya lokal, selanjutnya akan diupayakan menjadi ajang tahunan provinsi, hingga nasional, karena tradisi ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat.

Beberapa waktu belakangan terdapat perubahan dalam pelaksanaan Bagarakan Pengantin Sahur di Desa Pulau Palas, salah satunya adalah pemeran pengantin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Berbeda dari Bagarakan Pengantin Sahur yang terlebih dulu digelar di Desa Sungai Luar, Kecamatan Batang Tuaka, yang awalnya sepasang pengantin diperankan oleh sesama laki-laki namun satu di antaranya dirias layaknya mempelai wanita.

Meski terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya, hal ini dinilai tidak mengubah makna filosofi kegiatan pengantin sahur sebagai bentuk hiburan untuk masyarakat.

Bagarakan Pengantin Sahur umumnya digelar mulai pukul 01.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB menjelang santap sahur. Dalam kurun waktu tersebut, pasangan pengantin dibawa keliling kampung sebagai hiburan warga yang baru bangun dari lelapnya tidur atau sedang menyiapkan menu sahur.


Beragam suku

Di Kabupaten Indragiri Hilir yang berpenduduk sekitar 710.000 jiwa ini terdiri dari berbagai suku bangsa, sehingga memunculkan kolaborasi adat dan budaya beragam.

Populasi suku yang cukup besar adalah di kabupaten ini, antara lain Melayu, Bugis/Makassar, dan Banjar. Suku Melayu merupakan penduduk yang telah lama bermukim di daerah itu mengingat Provinsi Riau merupakan pusatnya Suku Melayu.

Seiring berjalannya waktu, komunitas tersebut berasimilasi dengan suku lainnya yang datang kemudian. Kedatangan orang Bugis dari Sulawesi Selatan dan Banjar dari Kalimantan berhasil menjalin kerja sama dengan Melayu untuk membuka perkebunan-perkebunan kelapa di pesisir pantai. Mereka juga mengolah ladang-ladang luas di wilayah yang sebelumnya hutan dan rawa.

Suku-suku lainnya, seperti Minang, Jawa, Tapanuli, dan lainnya datang belakangan sebagai pedagang, buruh dan pegawai pemerintahan yang pada umumnya tinggal di kawasan perkotaan dan sentra perekonomian, seperti pasar.

Semua suku bangsa yang hidup di Indragiri Hilir ini hidup rukun berdampingan dengan budaya dan tradisinya masing-masing. Budaya mereka saling terjaga dan perlahan-lahan mulai berbaur hingga menjadi pendukung budaya nasional.

Sebagai salah satu contoh, muncullah tradisi Bagarakan Pengantin Sahur yang awalnya dipopulerkan oleh warga pendatang Suku Banjar yang menetap di Desa Pulau Palas.

Tradisi tersebut kini mulai meluas dan menjadi milik warga Indragiri Hilir karena telah dilakukan secara rutin serta terus mengalami perkembangan dan kian diminati masyarakat.

Pemkab Indragiri Hilir sendiri terus memperjuangkan tradisi itu agar diakui secara nasional hingga akhirnya mendatangkan beragam efek positif di masyarakat serta menambah khasanah budaya Nusantara.