"Berbagai teknologi sedang dikembangkan untuk mengatasi berbagai tantangan sosial, termasuk dalam upaya kita untuk melawan krisis iklim. Teknologi hijau, telah muncul sebagai upaya untuk meredam dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan dengan melestarikan dan melindungi sumber daya alam menggunakan teknologi," ujar Nezar di Jakarta, Selasa.
Nezar mengatakan pertumbuhan dan perkembangan teknologi tersebut dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, digitalisasi untuk keberlanjutan, yang mempromosikan penggunaan teknologi digital untuk mengatasi tantangan lingkungan.
Kedua, digitalisasi berkelanjutan, yang fokus pada menciptakan dan menggunakan teknologi digital sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Baca juga: Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dipengaruhi daya pikir dan teknologi
Baca juga: Riset: Inovasi teknologi dorong ekonomi hijau dan berkelanjutan
Dia menyebut bahwa pasar teknologi hijau dan keberlanjutan global diproyeksikan mencapai 62 miliar dolar AS (Rp988 triliun) pada 2030 dan total investasi transisi energi global sebesar 1,78 triliun dolar AS (Rp28 kuadriliun) pada tahun 2023.
Masyarakat, kata dia, juga optimistis bahwa digitalisasi akan memainkan peran penting dalam upaya dekarbonisasi global dengan mengurangi emisi CO2 sebesar 35 persen dalam dekade mendatang.
Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, teknologi hijau dinilainya membuka jalan untuk menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan karena menawarkan berbagai peluang untuk sejumlah hal.
Pertama, dekarbonisasi melalui pengurangan emisi CO2 sebesar 20 persen menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di berbagai sektor. Kedua dematerialisasi melalui teknologi digital dan desain, mengurangi penggunaan material dalam produk hingga 90 persen.
"Ketiga adalah detoksifikasi melalui desain yang lebih baik dan pengelolaan sumber daya, menyebabkan sampah dalam rantai produksi berkurang 10-100 kali lipat," ujar dia.
Namun, Nezar menyatakan terdapat sejumlah tantangan dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan, mulai dari akses terhadap solusi berkelanjutan, ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, hingga kurangnya regulasi teknologi hijau yang menyebabkan ketidakpastian, distorsi pasar dan degradasi lingkungan.
Sebagai bagian dari komitmen pemerintah terhadap keberlanjutan lingkungan, Nezar mengatakan pihaknya terus berupaya untuk mengembangkan infrastruktur ramah lingkungan.
Salah satu contoh komitmen tersebut adalah melalui pembangunan Pusat Data Nasional di Cikarang yang saat ini sedang berlangsung dan telah memperoleh Sertifikasi Pusat Data Hijau dari Green Building Council Indonesia.
"Pendekatan serupa diharapkan akan diikuti untuk lokasi Pusat Data Nasional lainnya," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Nezar turut mengapresiasi inisiatif British Embassy Jakarta dan Instellar dalam memberdayakan lanskap teknologi hijau di Indonesia melalui berbagai kegiatan yang dilakukan. Dia meminta agar inisiatif tersebut dapat mendorong transfer teknologi dan transfer pengetahuan antara pemain teknologi hijau global kepada pemain Indonesia, sehingga Indonesia dapat memiliki permainan yang adil di sektor ini.
Kedua, inisiatif tersebut harus mempercepat upaya untuk menumbuhkan inovasi dalam mengatasi krisis iklim berdasarkan konteks lokal.
UK-Indonesia Tech Hub, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Instellar berkolaborasi untuk memulai sebuah program, yaitu Digital Hub: UK-Indonesia Tech Hub x MARKAS, yang memanfaatkan digital hub yang ada di berbagai kota di Indonesia.
Program percontohan ini akan dilaksanakan di dua kota, Surabaya dan Bali, dengan dua program percontohan, yaitu Program Inkubasi Hatch x PEDE untuk mendukung program yang sudah ada bisnis digital dan pengembangan bakat digital untuk fokus pada peningkatan keterampilan digital di kalangan talenta digital.
Baca juga: Erick Thohir: Gagasan Eco untuk insan BUMN lebih peduli lingkungan
Baca juga: Pembangunan PDN dan IKN wujud nyata teknologi dukung keberlanjutan