"Tiga minggu atau paling tidak 17 hari (cuti ayah) dan itu harus ada dasar ilmiahnya, tidak boleh sekadar berdebat dan jangan sekadar di-voting," ujar Hasto saat ditemui di kantor BKKBN, Jakarta, Selasa.
Baca juga: BKKBN sarankan cuti ayah yang ideal maksimal 15 hari
Ia mengutarakan setelah ibu melahirkan, sebaiknya suami bisa mendampingi sampai sepuluh hari, karena ada dasar ilmiah yang menyebutkan bahwa perempuan rentan mengalami stres pascamelahirkan atau postpartum blues, depresi, hingga cemas.
"Postpartum blues, depresi, neurosis (gangguan jiwa) psikosa (gangguan psikis) setelah melahirkan itu puncaknya hari ketiga sampai hari ke-10. Jadi, itu agak cemas atau galau, itu puncaknya, kalau dia stres berat bisa senyum sendiri, ngomong dan nangis sendiri," kata dia.
Menurut Hasto, alangkah bahagianya kalau pada saat masa sulit, dia stres hari ketiga sampai ke-10, saat menyusuinya belum sukses, payudaranya bengkak, nyeri, suaminya terus ada dan mendampingi, artinya, tidak ke kantor dulu.
Baca juga: Akademisi: Pemberian "cuti ayah" merupakan kebijakan responsif gender
Baca juga: BKN: Durasi "cuti ayah" bagi ASN tergantung lamanya perawatan di RS
“Pemerintah akan memberikan hak cuti kepada suami yang istrinya melahirkan atau keguguran. Cuti mendampingi istri yang melahirkan itu menjadi hak ASN pria yang diatur dan dijamin oleh negara,” kata Anas.