Perlakukan setara, KND paparkan cara berinteraksi dengan anak autis
2 April 2024 13:19 WIB
Pameran lukisan anak-anak autis di Bentara Budaya Jakarta yang diselenggarakan pada Senin (15/5/2023). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Disabilitas (KND) meminta masyarakat memperlakukan anak autis secara setara, tanpa stigma negatif, dan apa adanya.
"Jangan pandang mereka (anak autis) secara negatif, pandang mereka secara apa adanya, hanya dengan sedikit hambatan," kata Wakil Ketua KND Deka Kurniawan saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Deka mengemukakan hal tersebut merespons peringatan Hari Peduli Autisme Sedunia yang jatuh setiap tanggal 2 April.
Menurutnya, masyarakat masih memandang hambatan-hambatan yang dimiliki penyandang autis sebagai kelemahan, padahal hambatan tersebut bisa diatasi apabila seluruh pihak ikut bekerja sama memberikan apa yang menjadi kebutuhan mereka yaitu akomodasi yang layak.
Baca juga: Cara dan waktu yang tepat untuk deteksi autisme pada anak
"Anak-anak dengan gangguan autis itu memang tidak bisa membayangkan hal-hal yang akan terjadi, tidak bisa mengantisipasi. Jadi dia tidak bisa mengikuti pembelajaran pada umumnya seperti anak-anak yang tidak mengalami gangguan autis," ujar dia.
Agar masyarakat dan anak-anak autis dapat berinteraksi secara wajar, khususnya dalam pembelajaran, kata dia, maka undang-undang sudah mengharuskan lingkungan baik keluarga, masyarakat, hingga sekolah, agar memberikan pemahaman-pemahaman terhadap penyandang autis untuk tidak memandang mereka dengan stigma negatif
"Cara berinteraksi dengan anak-anak autis harus betul-betul dipahami, karena dia tidak bisa diperlakukan sama dengan anak-anak yang tidak memiliki gangguan autis, sehingga mereka perlu diberikan kesempatan untuk bisa berkomunikasi sesuai dengan hambatan yang mereka miliki," paparnya.
Ia mengemukakan tidak semua anak autis memiliki kemampuan komunikasi yang baik, sehingga masyarakat harus memahami apa kebutuhan mereka.
Baca juga: Diagnosis autisme bisa dimulai sejak usia anak setahun
"Mereka tidak bisa meregulasi diri, tidak mampu mempertahankan perhatian, tidak bisa mengikuti perintah, dan tidak bisa mengikuti aturan yang sebagaimana lazimnya dalam sosial," tuturnya.
"Nah, supaya mereka nanti bisa mengikuti kegiatan belajar dan mengajar, kalau dalam konteks pembelajaran di sekolah, berikan bantuan yang bersifat visual. Jadi kartu-kartu, gambar-gambar yang bisa mereka pahami, karena mereka tidak bisa memahami yang abstrak, dengan perintah, kata-kata enggak bisa," ucap Deka menambahkan.
Ia juga menjelaskan anak-anak autis mesti dibantu dengan alat-alat komunikasi berupa visual, lalu diberikan urutan-urutan dalam beraktivitas, sehingga mereka dapat lebih mudah memahami instruksi, dan bisa berkomunikasi secara perlahan untuk memahami pembelajaran.
"Secara umum mereka mempunyai hak untuk tidak diberi stigma, jangan pandang mereka secara negatif, berikan mereka kesempatan, mereka juga mampu. Jangan langsung buru-buru dianggap tidak bisa, tidak mampu, dan pasti lemah, tidak boleh begitu," kata Deka Kurniawan.
Baca juga: Pentingnya orang tua tahu ekspektasi perkembangan anak autisme
"Jangan pandang mereka (anak autis) secara negatif, pandang mereka secara apa adanya, hanya dengan sedikit hambatan," kata Wakil Ketua KND Deka Kurniawan saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Deka mengemukakan hal tersebut merespons peringatan Hari Peduli Autisme Sedunia yang jatuh setiap tanggal 2 April.
Menurutnya, masyarakat masih memandang hambatan-hambatan yang dimiliki penyandang autis sebagai kelemahan, padahal hambatan tersebut bisa diatasi apabila seluruh pihak ikut bekerja sama memberikan apa yang menjadi kebutuhan mereka yaitu akomodasi yang layak.
Baca juga: Cara dan waktu yang tepat untuk deteksi autisme pada anak
"Anak-anak dengan gangguan autis itu memang tidak bisa membayangkan hal-hal yang akan terjadi, tidak bisa mengantisipasi. Jadi dia tidak bisa mengikuti pembelajaran pada umumnya seperti anak-anak yang tidak mengalami gangguan autis," ujar dia.
Agar masyarakat dan anak-anak autis dapat berinteraksi secara wajar, khususnya dalam pembelajaran, kata dia, maka undang-undang sudah mengharuskan lingkungan baik keluarga, masyarakat, hingga sekolah, agar memberikan pemahaman-pemahaman terhadap penyandang autis untuk tidak memandang mereka dengan stigma negatif
"Cara berinteraksi dengan anak-anak autis harus betul-betul dipahami, karena dia tidak bisa diperlakukan sama dengan anak-anak yang tidak memiliki gangguan autis, sehingga mereka perlu diberikan kesempatan untuk bisa berkomunikasi sesuai dengan hambatan yang mereka miliki," paparnya.
Ia mengemukakan tidak semua anak autis memiliki kemampuan komunikasi yang baik, sehingga masyarakat harus memahami apa kebutuhan mereka.
Baca juga: Diagnosis autisme bisa dimulai sejak usia anak setahun
"Mereka tidak bisa meregulasi diri, tidak mampu mempertahankan perhatian, tidak bisa mengikuti perintah, dan tidak bisa mengikuti aturan yang sebagaimana lazimnya dalam sosial," tuturnya.
"Nah, supaya mereka nanti bisa mengikuti kegiatan belajar dan mengajar, kalau dalam konteks pembelajaran di sekolah, berikan bantuan yang bersifat visual. Jadi kartu-kartu, gambar-gambar yang bisa mereka pahami, karena mereka tidak bisa memahami yang abstrak, dengan perintah, kata-kata enggak bisa," ucap Deka menambahkan.
Ia juga menjelaskan anak-anak autis mesti dibantu dengan alat-alat komunikasi berupa visual, lalu diberikan urutan-urutan dalam beraktivitas, sehingga mereka dapat lebih mudah memahami instruksi, dan bisa berkomunikasi secara perlahan untuk memahami pembelajaran.
"Secara umum mereka mempunyai hak untuk tidak diberi stigma, jangan pandang mereka secara negatif, berikan mereka kesempatan, mereka juga mampu. Jangan langsung buru-buru dianggap tidak bisa, tidak mampu, dan pasti lemah, tidak boleh begitu," kata Deka Kurniawan.
Baca juga: Pentingnya orang tua tahu ekspektasi perkembangan anak autisme
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: