Menag: ada titik terang pengungsi Sampang kembali
7 November 2013 05:10 WIB
Islah Syiah-Sunni. Sejumlah warga Syiah dan Sunni asal Sampang Madura, saling bermaafan usai pembacaan surat kesepakatan damai, saat Islah Warga Sunni-Syiah Sampang Madura, di pengungsian warga Syiah di Rusunawa Kompleks Puspa Agro Jemundo Sidoarjo, Senin (23/9). Islah tersebut, menandai berakhirnya perselisihan dan konflik antara warga Syiah dan Sunni di Sampang Madura pada khususnya, serta di Indonesia pada umumnya. (ANTARA FOTO/Eric Ireng) ()
Surabaya (ANTARA News) - Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan ada titik terang bahwa para pengungsi Sampang yang berada di kawasan Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur, dapat kembali ke kampung asal mereka.
"Hasil pembicaraan dengan para ulama di Madura, mereka terbuka untuk menerima para pengungsi karena hubungan mereka sesungguhnya saudara juga," katanya kepada pers di Surabaya, Rabu malam.
Sebelumnya, Menag bersama beberapa pejabat Pemda Provinsi Jawa Timur (Jatim) seperti asisten III Sekda setempat, Edi Purwinarto, Dirjen Pendidikan Agama Islam Nur Syam, Rektor IAIN Ampel Abdl Ala, Kakanwil Kemenag Jatim Sudjak, menemui para pengungsi itu di Jemundo.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu jam dan diisi dengan dialog tersebut, Menag mengakui ada keinginan kuat para pengungsi untuk kembali ke kampung halamannya.
Tapi, ia mengingatkan juga sebelum kembali ke kampung halamannya hendaknya para pengungsi bisa ngobrol-ngobrol dahulu dengan pihak Pemda setempat, termasuk para ulamanya.
"Ngobrol-ngobrol dahulu itu penting, sebab dari situ mereka bisa tahu bagaimana arti penting tentang kehidupan yang baik dengan tetangga, rukun dan damai. Sesungguhnya, siapa pun tahu, mereka itu adalah bersaudara," kata Suryadharma Ali.
Abd Ala selaku Ketua Kajian dan Rekonsiliasi Konflik Sampang, menyatakan pihaknya memang sedang mendata para pengungsi yang ingin pulang ke kampung halamannya.
"Itu artinya, intansi terkait sudah harus memikirkan dukungan logistik untuk membangun rumah di lokasi yang kini ditinggalkan pengungsi," katanya.
Pihak instansi mana saja yang terlibat untuk membangun rumah bagi para pengungsi itu, Abd Ala belum tahu. Tapi tentu harus dikoordinasikan dengan seluruh pemangku kepentingan. Bisa Pemda Provinsi Jatim, Bisa Kementerian Perumahan Rakyat. Atau intansi lainnya.
Tapi, yang jelas, sebelum itu perlu dilakukan sosialisasi tentang pentingnya hidup rukun di antara warga Sampang itu. Sebagai pengungsi memang harus menghormati kearifan lokal yang harus dijunjung bersama.
"Dialog perlu dikedepankan dan inisiatif harus datang dari pengungsi, sementara pemerintah hanya memfasilitasi dan tak boleh ada intervensi dari pihak mana pun," katanya.
Ia menjelaskan para pengungsi harus steril dari pengaruh luar, namun ada saja pihak tertentu berupaya memberikan pengaruh sehingga bisa menghambat rekonsiliasi.
Kepala Kanwil Kemenag Jatim Sudjak mengatakan jumlah pengungsi Sampang di Sidoarjo tercatat sebanyak 69 kepala keluarga (KK). Selama di pengungsian, mereka mendapat perhatian berupa fasilias pendidikan bagi anak-anak, pelayanan kesehatan dan termasuk pemberian uang santunan sebesar Rp1.625.000 per kepala per bulan.
Sejatinya, jika pengungsi kembali ke kampung halamannya tidak ada masalah. Tentu sebelum itu perlu ada penyamaan persepsi. Para kiai sudah memberi pencerahan tentang arti penting hidup bertetangga, saling menghormati.
Untuk itu semua harus dipahami sampai tingkat akar rumput. Harus diperhatikan, di antara mereka harus ada dialog.
"Tidak ada pemaksaan. Pemerintah pun hanya memberi fasilitas, termasuk untuk urusan ajaran, itu bukan domain pemerintah. Tetapi lebih dekat ke kalangan ulama setempat," katanya. (E001)
"Hasil pembicaraan dengan para ulama di Madura, mereka terbuka untuk menerima para pengungsi karena hubungan mereka sesungguhnya saudara juga," katanya kepada pers di Surabaya, Rabu malam.
Sebelumnya, Menag bersama beberapa pejabat Pemda Provinsi Jawa Timur (Jatim) seperti asisten III Sekda setempat, Edi Purwinarto, Dirjen Pendidikan Agama Islam Nur Syam, Rektor IAIN Ampel Abdl Ala, Kakanwil Kemenag Jatim Sudjak, menemui para pengungsi itu di Jemundo.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu jam dan diisi dengan dialog tersebut, Menag mengakui ada keinginan kuat para pengungsi untuk kembali ke kampung halamannya.
Tapi, ia mengingatkan juga sebelum kembali ke kampung halamannya hendaknya para pengungsi bisa ngobrol-ngobrol dahulu dengan pihak Pemda setempat, termasuk para ulamanya.
"Ngobrol-ngobrol dahulu itu penting, sebab dari situ mereka bisa tahu bagaimana arti penting tentang kehidupan yang baik dengan tetangga, rukun dan damai. Sesungguhnya, siapa pun tahu, mereka itu adalah bersaudara," kata Suryadharma Ali.
Abd Ala selaku Ketua Kajian dan Rekonsiliasi Konflik Sampang, menyatakan pihaknya memang sedang mendata para pengungsi yang ingin pulang ke kampung halamannya.
"Itu artinya, intansi terkait sudah harus memikirkan dukungan logistik untuk membangun rumah di lokasi yang kini ditinggalkan pengungsi," katanya.
Pihak instansi mana saja yang terlibat untuk membangun rumah bagi para pengungsi itu, Abd Ala belum tahu. Tapi tentu harus dikoordinasikan dengan seluruh pemangku kepentingan. Bisa Pemda Provinsi Jatim, Bisa Kementerian Perumahan Rakyat. Atau intansi lainnya.
Tapi, yang jelas, sebelum itu perlu dilakukan sosialisasi tentang pentingnya hidup rukun di antara warga Sampang itu. Sebagai pengungsi memang harus menghormati kearifan lokal yang harus dijunjung bersama.
"Dialog perlu dikedepankan dan inisiatif harus datang dari pengungsi, sementara pemerintah hanya memfasilitasi dan tak boleh ada intervensi dari pihak mana pun," katanya.
Ia menjelaskan para pengungsi harus steril dari pengaruh luar, namun ada saja pihak tertentu berupaya memberikan pengaruh sehingga bisa menghambat rekonsiliasi.
Kepala Kanwil Kemenag Jatim Sudjak mengatakan jumlah pengungsi Sampang di Sidoarjo tercatat sebanyak 69 kepala keluarga (KK). Selama di pengungsian, mereka mendapat perhatian berupa fasilias pendidikan bagi anak-anak, pelayanan kesehatan dan termasuk pemberian uang santunan sebesar Rp1.625.000 per kepala per bulan.
Sejatinya, jika pengungsi kembali ke kampung halamannya tidak ada masalah. Tentu sebelum itu perlu ada penyamaan persepsi. Para kiai sudah memberi pencerahan tentang arti penting hidup bertetangga, saling menghormati.
Untuk itu semua harus dipahami sampai tingkat akar rumput. Harus diperhatikan, di antara mereka harus ada dialog.
"Tidak ada pemaksaan. Pemerintah pun hanya memberi fasilitas, termasuk untuk urusan ajaran, itu bukan domain pemerintah. Tetapi lebih dekat ke kalangan ulama setempat," katanya. (E001)
Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013
Tags: