Jakarta (ANTARA) - Wakil Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Bob T. Ananta menyampaikan bahwa perseroan menyambut baik atas berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan akibat dampak pandemi COVID-19.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menghentikan kebijakan tersebut per Minggu (31/3/2024). OJK menilai kondisi perbankan nasional saat ini memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.

"Kami mendukung waktu pencabutan itu (restrukturisasi kredit COVID-19). Sekarang perekonomian sudah mulai kembali dan tidak seperti saat pandemi COVID-19 yang lalu," kata Bob dijumpai usai acara buka puasa bersama media di Jakarta, Senin.

Bob menambahkan, BSI sendiri telah melakukan antisipasi sejak awal apabila OJK resmi menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit. Dia memastikan pengaruh penghentian kebijakan tersebut telah diperhitungkan oleh BSI.

Baca juga: BSI siapkan Rp45 triliun guna penuhi kebutuhan saat Lebaran 2024

Baca juga: BSI dukung wujudkan NZE lewat program "mitra plasma sawit" bagi petani


Hingga di akhir 2023, menurut laporan keuangan perseroan, kualitas pembiayaan (non-performing financing/NPF) gross BSI tercatat membaik pada posisi 2,08 persen. Adapun cash coverage ratio (NPF Coverage) tercatat di angka 194,35 persen.

"Pencadangan kami itu juga cukup. Kami punya cash coverage ratio-nya sekitar hampir mendekati 200 persen, yaitu sekitar 190-an persen. Insya Allah, (pencadangan) cukup," kata Bob.

Meskipun kebijakan telah berakhir, Bob juga memastikan bahwa pihaknya masih melanjutkan restrukturisasi kredit sebagaimana perjanjian yang telah ditetapkan sebelumnya dengan para debitur.

"Waktu COVID-19, ada perjanjian restrukturisasi yang misalnya proses recovery-nya 5 atau 7 tahun. Saat kebijakan dicabut, ini kan masih berlanjut," kata dia.

Menurut OJK, restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Adapun penggunaan stimulus restrukturisasi kredit COVID-19 mencapai Rp830,2 triliun sejak kebijakan tersebut direalisasikan pada 2020 hingga berakhir pada 31 Maret 2024.

OJK mencatat mayoritas debitur penerima stimulus merupakan segmen UMKM dengan porsi sebesar 75 persen dari total debitur atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun.

Baca juga: USU-BSI tingkatkan kerja sama bidang perbankan wakaf

Baca juga: BSI permudah akses permodalan distributor pelumas Pertamina