BPOM deteksi senyawa terlarang pada pangan takjil
1 April 2024 16:53 WIB
Plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia saat menyampaikan keterangan dalam konferensi pers hasil temuan pangan olahan berbahaya bagi kesehatan di Gedung BPOM RI Jakarta, Senin (1/4/2024). (ANTARA/Andi Firdaus)
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih mendeteksi kandungan bahan kimia berbahaya bagi kesehatan konsumen pada sejumlah sampel pangan olahan untuk menu takjil yang beredar di pasaran pada Ramadhan 2024.
Plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, mengatakan dari 9.262 sampel yang diperiksa, sebanyak 102 sampel (1,1%) mengandung bahan yang dilarang berdasatkan lebih dari satu parameter uji.
"Penjual takjil sangat banyak. Beberapa ada yang berpotensi bahaya pada pangan siap saji, misalnya pewarna Rhodamin B, formalin agar tidak mudah basi atau rusak, terutama pangan mengandung banyak air seperti agar-agar dan mi," katanya.
Baca juga: BBPOM DKI telusuri temuan bahan pangan berformalin di Pasar Santa
Baca juga: BPOM temukan makanan berformalin pada sampel takjil di Tulungagung
Dari 102 temuan produk takjil mengandung bahan terlarang itu, sebanyak 0,53 persen mengandung formalin pada sampel mi kuning, teri, tahu, cincau, agar-agar, cumi, ikan peda, dan terasi.
Sebanyak 0,30 persen mengandung rhodamin B pada sampel cendol, mutiara, kerupuk pasir, jeli merah, jenang merah, pacar cina, dan mi pelangi.
Kemudian sekitar 0,28 persen jajanan takjil diketahui mengandung boraks berdasarkan pemeriksaan pada sampel kerupuk, cao, cendol, cilok, otak-otak, sate usus, kerang, udang, tahu, dan teri. Sedangkan 0,01 persen diketahui mengandung kuning Metanil pada produk tahu oranye.
Rizka memaparkan data pengawasan takjil yang digelar serentak di seluruh kantor cabang BPOM di daerah melibatkan 3.749 pedagang takjil di 1.057 titik lokasi pengawasan.
Rizka mengatakan senyawa boraks umumnya disalahgunakan oknum pedagang pada produk pangan bertekstur kenyal seperti bakso dan cendol. Sedangkan pewarna kuning umumnya terjadi pada tahu.
"Senyawa ini bukan yang aman untuk dikonsumsi. Senyawa ini digunakan untuk pewarna tekstil bukan untuk pangan. Formalin bahkan untuk pengawet jenazah, bisa dibayangkan dampaknya pada manusia," katanya.
Dampak dari mengonsumsi pangan mengandung zat kimia berbahaya, kata Rizka, bisa berkategori ringan hingga berat.
"Kalau berat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Kalau ringan, biasanya mual, muntah, dan pusing, seperti keracunan pada umumnya," kata Rizka.
Baca juga: Jelang Idul Fitri, BPOM- PPKUKM DKI lakukan pengawasan pangan
Baca juga: BBPOM: Lima pasar takjil di Bandarlampung aman dari bahan berbahaya
Plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, mengatakan dari 9.262 sampel yang diperiksa, sebanyak 102 sampel (1,1%) mengandung bahan yang dilarang berdasatkan lebih dari satu parameter uji.
"Penjual takjil sangat banyak. Beberapa ada yang berpotensi bahaya pada pangan siap saji, misalnya pewarna Rhodamin B, formalin agar tidak mudah basi atau rusak, terutama pangan mengandung banyak air seperti agar-agar dan mi," katanya.
Baca juga: BBPOM DKI telusuri temuan bahan pangan berformalin di Pasar Santa
Baca juga: BPOM temukan makanan berformalin pada sampel takjil di Tulungagung
Dari 102 temuan produk takjil mengandung bahan terlarang itu, sebanyak 0,53 persen mengandung formalin pada sampel mi kuning, teri, tahu, cincau, agar-agar, cumi, ikan peda, dan terasi.
Sebanyak 0,30 persen mengandung rhodamin B pada sampel cendol, mutiara, kerupuk pasir, jeli merah, jenang merah, pacar cina, dan mi pelangi.
Kemudian sekitar 0,28 persen jajanan takjil diketahui mengandung boraks berdasarkan pemeriksaan pada sampel kerupuk, cao, cendol, cilok, otak-otak, sate usus, kerang, udang, tahu, dan teri. Sedangkan 0,01 persen diketahui mengandung kuning Metanil pada produk tahu oranye.
Rizka memaparkan data pengawasan takjil yang digelar serentak di seluruh kantor cabang BPOM di daerah melibatkan 3.749 pedagang takjil di 1.057 titik lokasi pengawasan.
Rizka mengatakan senyawa boraks umumnya disalahgunakan oknum pedagang pada produk pangan bertekstur kenyal seperti bakso dan cendol. Sedangkan pewarna kuning umumnya terjadi pada tahu.
"Senyawa ini bukan yang aman untuk dikonsumsi. Senyawa ini digunakan untuk pewarna tekstil bukan untuk pangan. Formalin bahkan untuk pengawet jenazah, bisa dibayangkan dampaknya pada manusia," katanya.
Dampak dari mengonsumsi pangan mengandung zat kimia berbahaya, kata Rizka, bisa berkategori ringan hingga berat.
"Kalau berat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Kalau ringan, biasanya mual, muntah, dan pusing, seperti keracunan pada umumnya," kata Rizka.
Baca juga: Jelang Idul Fitri, BPOM- PPKUKM DKI lakukan pengawasan pangan
Baca juga: BBPOM: Lima pasar takjil di Bandarlampung aman dari bahan berbahaya
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: