Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akhirnya menetapkan Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2014 pada Senin kemarin (4/11) dinilai sebuah keputusan yang dipaksakan. Selain itu, menunjukkan KPU tidak peka akan pentingnya akurasi data.

Menurut Sekretaris Fraksi Partai Hanura, Saleh Husin, selain menunjukkan KPU tidak peka akan pentingnya akurasi data, langkahnya itu juga kontraproduktif dengan harapan publik akan berlangsungnya Pemilu yang adil, jujur, dan dipercaya.

"Penetapan DPT di saat masih ada 10,4 juta data pemilih yang belum dilengkapi NIK harus disikapi dengan kritis. Dalih KPU yang beralasan menetapkan DPT demi konstitusi seolah menutup mata akan potensi kerawanan dan kecurangan," kata Saleh Husin dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (5/11).

Dari keputusan komisi itu, dia mengingatkan dan memperhitungkan beberapa hal. Pertama, angka sebesar itu terbilang besar lantaran setara dengan 5,6 persen jumlah pemilih.

Kedua, KPU pun tidak menjamin selisih angka tersebut tidak bakal menjadi permainan politik. Ketiga, KPU melakukan memaksakan sekaligus pembiaran tanpa berupaya maksimal.

"Ini masih awal November, sebenarnya masih ada waktu bagi KPU untuk menyempurnakan DPT lagi. Jika lantas menyerahkan perbaikan DPT dengan NIK kepada Kemendagri, seolah KPU ingin lepas tangan," tegas Saleh.

Keempat, sebagai imbas dari rawan kecurangan, hasil Pemilu juga rawan polemik dan mendapat delegitimasi dari rakyat maupun parpol.

"Kelima, kurangnya akurasi dan validitas DPT dapat menghilangkan hak politik rakyat mengikuti Pemilu," tandas Saleh yang juga Ketua DPP Hanura ini.

Senin kemarin, KPU akhirnya mengesahkan DPT sejumlah 186.612.255 orang pemilih. Sebanyak 10,4 juta data pemilih diakui masih bermasalah karena tanpa NIK.