"Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi COVID-19 oleh pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di Jakarta, Minggu.
OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik. Oleh karenanya, industri perbankan dinilai telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit COVID-19.
Sejalan dengan hal itu, sejak diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi COVID-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus meningkat.
Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.
Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik, tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) di level 27,54 persen, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14 persen dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42 persen serta tingkat rentabilitas yang memadai.
"Hal ini diharapkan dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu," ujarnya.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold 5 persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen.