Taman Mini gelar ruwatan massal
5 November 2013 17:36 WIB
Ilustrasi: wayang kulit. Taman Mini Indonesia Indah menggelar ruwatan massal yang dipimpin seorang dalang asal Yogyakarta, Ki Suparman Cermobaskoro, Selasa (5/11/13). (FOTO ANTARA/Anis Efizudin)
Jakarta (ANTARA News) - Pengelola tempat wisata Taman Mini Indonesia Indah menggelar Ruwatan Bersama gaya Yogyakarta, sebagai bagian dari rangkaian memeriahkan Tahun Baru Islam 1435 Hijriah.
Acara ruwatan yang dipimpin oleh dalang Ki Suparman Cermobaskoro ini diadakan di Anjungan DI Yogyakarta mulai pukul 09.00 hingga 14.30 diikuti sekitar 100 orang, baik laki-laki maupun perempuan yang mengenakan pakaian serba putih.
Acara ruwat ini diawali dengan pembacaan doa oleh dalang. Sukerto, sebutan untuk orang-orang yang diruwat, meminta doa restu kepada orang tua masing-masing untuk diruwat hari ini.
Para sukerto pun diminta untuk duduk di tengah pendopo, sementara sang dalang memainkan wayang kulit lakon “Murwokolo”.
Usai pagelaran wayang, para sukerto menuju bilik masing-masing. Satu bilik untuk satu keluarga, umumnya berisi satu hingga tiga orang.
Suparman pun menyambangi 38 bilik itu satu per satu untuk menggunting dan menyiramkan air dari tujuh sumur kepada para sukerto. Usai dalang melakukan siraman, keluarga terutama ayah menyiram anak mereka.
“Ikut adat saja, untuk menghilangkan bala bencana,” kata Puspa Handiyanto, warga Bintaro yang meruwat tiga anaknya.
Puspa meruwat anaknya yang kembar, laki-laki dan perempuan, serta anak bungsunya. Suparman menjelaskan, dalam kebudayaan jawa, ruwat bertujuan untuk menghilangkan malapetaka.
“Ruwatan itu utamanya untuk keselamatan diri kita, supaya nggak kena malapetaka,” jelasnya ketika ditemui ANTARA News usai memimpin acara ruwatan massal sore ini.
Ia menjelaskan beberapa contoh orang yang anak harus diruwat, antara lain, anak tunggal, uger-uger lawang (dua anak, keduanya laki-laki), sendhang kapit pancuran (anak perempuan yang diapit kakak dan adik laki-laki), pancuran kapit sendhang (anak laki-laki diapit kakak dan adik perempuan), dan kembang sepasang (dua anak, keduanya perempuan).
Dulu, ia bercerita, ada keharusan bagi anak yang terlahir seperti kondisi itu untuk diruwat. Sekarang ini, menurutnya ruwat adalah pilihan.
“Kita minta kepada Yang Maha Esa supaya anak ini selamat dunia dan akhirat,” kata pria yang tinggal di Kulonprogo, Yogyakarta ini.
Orang yang akan diruwat pun tidak ada batasan umur, mulai dari bayi hingga tua bisa diruwat.
Acara ruwatan yang dipimpin oleh dalang Ki Suparman Cermobaskoro ini diadakan di Anjungan DI Yogyakarta mulai pukul 09.00 hingga 14.30 diikuti sekitar 100 orang, baik laki-laki maupun perempuan yang mengenakan pakaian serba putih.
Acara ruwat ini diawali dengan pembacaan doa oleh dalang. Sukerto, sebutan untuk orang-orang yang diruwat, meminta doa restu kepada orang tua masing-masing untuk diruwat hari ini.
Para sukerto pun diminta untuk duduk di tengah pendopo, sementara sang dalang memainkan wayang kulit lakon “Murwokolo”.
Usai pagelaran wayang, para sukerto menuju bilik masing-masing. Satu bilik untuk satu keluarga, umumnya berisi satu hingga tiga orang.
Suparman pun menyambangi 38 bilik itu satu per satu untuk menggunting dan menyiramkan air dari tujuh sumur kepada para sukerto. Usai dalang melakukan siraman, keluarga terutama ayah menyiram anak mereka.
“Ikut adat saja, untuk menghilangkan bala bencana,” kata Puspa Handiyanto, warga Bintaro yang meruwat tiga anaknya.
Puspa meruwat anaknya yang kembar, laki-laki dan perempuan, serta anak bungsunya. Suparman menjelaskan, dalam kebudayaan jawa, ruwat bertujuan untuk menghilangkan malapetaka.
“Ruwatan itu utamanya untuk keselamatan diri kita, supaya nggak kena malapetaka,” jelasnya ketika ditemui ANTARA News usai memimpin acara ruwatan massal sore ini.
Ia menjelaskan beberapa contoh orang yang anak harus diruwat, antara lain, anak tunggal, uger-uger lawang (dua anak, keduanya laki-laki), sendhang kapit pancuran (anak perempuan yang diapit kakak dan adik laki-laki), pancuran kapit sendhang (anak laki-laki diapit kakak dan adik perempuan), dan kembang sepasang (dua anak, keduanya perempuan).
Dulu, ia bercerita, ada keharusan bagi anak yang terlahir seperti kondisi itu untuk diruwat. Sekarang ini, menurutnya ruwat adalah pilihan.
“Kita minta kepada Yang Maha Esa supaya anak ini selamat dunia dan akhirat,” kata pria yang tinggal di Kulonprogo, Yogyakarta ini.
Orang yang akan diruwat pun tidak ada batasan umur, mulai dari bayi hingga tua bisa diruwat.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013
Tags: