Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan mendukung pengembangan serat rami sebagai bahan baku alternatif bagi industri tekstil di Indonesia.

Saat berkunjung ke pabrik penghasil serat alam CV Ramindo Berkah Persada Sejahtera (Rabersa) di Wonosobo, Jawa Tengah, Sabtu, Teten menyatakan produktivitas rami yang luar biasa berpotensi menjadi landasan ekonomi bagi industri tekstil dalam negeri.

Ia mengamati meskipun proses pengolahan tanaman rami menjadi serat alam di CV Rabersa masih tergolong sederhana, tetapi telah dilakukan dengan standar industri.

Kualitas produk yang dihasilkan pun tidak kalah bagus dengan produk pakaian yang beredar di pasaran.

“Industri ini ekosistemnya perlu dimodernisasi. Jika nanti rami dijadikan sumber serat nasional, maka serat rami menjadi bahan baku yang dihasilkan dari hasil bumi Indonesia yang melibatkan petani kecil di ladang sehingga kemudian bisa menjadi kekuatan ekonomi,” ujarnya, dalam siaran pers oleh Kemenkop UKM.

Baca juga: Kemenperin pacu serat alam jadi bahan baku tekstil via program Dapati

Ia menekankan pentingnya modernisasi ekosistem serat alam, khususnya dalam upaya Indonesia menjadi kiblat fesyen dunia melalui berbagai acara kelas dunia. Tanpa kekhasan, Indonesia akan sulit bersaing dengan negara lain.

Untuk mendukung industri tekstil melalui pengembangan serat rami ini, Kemenkop UKM bersama Pemerintah Daerah Wonosobo berencana membangun rumah produksi bersama (RPB) serat rami.

“Setidaknya dibutuhkan sekitar 5.000 meter persegi yang dikelola berbasis koperasi multipihak, agar memudahkan kita mencari investor dengan fokus pada produk custom dan ketersediaan bahan baku,” ucap Teten.

CEO CV Rabersa Wibowo Akhmad menjelaskan, sejak berdiri pada 1999, perusahaannya telah menghasilkan produk setengah jadi berupa material mentah serat rami inagrass atau serat alami yang berasal dari batang tanaman rami. Perusahaan ini juga memasok serat rami ke dua perusahaan ekspor.

Dua perusahaan itu selanjutnya memanfaatkan serat rami untuk membuat dekorasi rumah, dengan 95 persen produknya dipasarkan ke Amerika Serikat.

Baca juga: Kebangkitan perajin serat alam di Kulon Progo

“Produk CV Rabersa saat ini berupa serat inagrass rami yang diminati oleh beberapa negara lain. Sudah ada daftar permintaan, tetapi sampai sekarang belum bisa dipenuhi karena keterbatasan mesin produksi, modal, dan lahan,” ucapnya.

Wibowo mengatakan beberapa negara yang tertarik dengan serat rami Indonesia, di antaranya China dengan permintaan 40 ton per bulan, Korea Selatan sebanyak 1 ton per bulan, dan Jepang 400 ton per bulan. Negara-negara tersebut mengakui produk rami Indonesia lebih baik dari produk dari Vietnam dan Thailand.

Namun, Wibowo mengatakan untuk memenuhi permintaan tersebut harus disiapkan lahan minimal 200 hektare dengan pola panen rami setiap 60 hari, sementara saat ini lahan yang tersedia baru 25 hektare.

Ia berharap kerja sama dengan Kemenkop UKM dapat berkelanjutan. Sebab ia memiliki mimpi besar tak hanya membangun industri, tetapi juga mengedukasi masyarakat soal serat alami.

Kemenkop UKM bersama CV Rabersa dan KaIND (Kain Indonesia) saat ini mereka sedang merumuskan studi kelayakan dan menghitung kebutuhan untuk membangun sentra industri serat alami yang terintegrasi dengan pertanian.

Kemenkop UKM berharap koperasi dan UKM dapat mengoperasikan sentra ini sebagai ekosistem bisnis untuk berbagai bahan baku serat alami, seperti rami, daun nanas, wol bulu domba, dan sutera eri.