Presiden: masa upah buruh murah sudah selesai
4 November 2013 17:10 WIB
Buruh dari sejumlah aliansi di kota Depok menggelar aksi di Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Depok, Jabar, Kamis (31/10). Dalam aksinya mereka menuntut besaran kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Depok 2014 mendatang sama dengan DKI Jakarta atau setidaknya naik 50 persen dibanding tahun lalu. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Bogor (Antara News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan Indonesia massa upah buruh murah sebagai salah satu keunggulan komparatif dalam bersaing dengan negara-negara lain.
"Saya katakan buruh murah sudah selesai. Tidak boleh jadikan keunggulan komparatif," kata Presiden saat memberikan sambutan dalam silaturahim dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Istana Bogor, Senin.
Silaturahim tersebut dihadiri oleh para pengurus Kadin serta sejumlah pejabat. Presiden didampingi oleh Wakil Presiden Boediono, berserta jajaran menteri-menterinya.
Diantaranaya Meteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Doko Suyanto.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
Presiden mengungkapkan, buruh layak untuk sejahtera. Namun demikian, penentuan upah buruh juga harus rasional mempertimbangkan kondisi dan situasi ekonomi perusahaan.
Presiden mengungkapkan kedua belah pihak (pengusaha dan buruh) dapat duduk bersama untuk memecahkan masalah kenaikan upah buruh yang saling menguntungkan. Apabila telah ada keputusan maka harus dapat dijalankan bersama.
Namun demikian, Presiden mengecam tindakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah upah yang membuat pengusaha dan buruh merugi.
"Peningkatan upah buruh dengan kemampuan dunia usaha, bicarakan baik-baik. Ketemu, dijalankan. Ketika sudah berjalan, jangan disegel, kita ingin buruh sejahtera, perusahaan juga tidak ada PHK. Jangan dibiarkan kalau ada kekerasan yang tidak perlu," kata Presiden.
Sementara itu, dalam kesempatan tersbeut Presiden juga menyerukan sinergi baik anatara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun dunia usaha dalam memperkuat perekonomian nasional.
"Saya katakan buruh murah sudah selesai. Tidak boleh jadikan keunggulan komparatif," kata Presiden saat memberikan sambutan dalam silaturahim dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Istana Bogor, Senin.
Silaturahim tersebut dihadiri oleh para pengurus Kadin serta sejumlah pejabat. Presiden didampingi oleh Wakil Presiden Boediono, berserta jajaran menteri-menterinya.
Diantaranaya Meteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Doko Suyanto.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
Presiden mengungkapkan, buruh layak untuk sejahtera. Namun demikian, penentuan upah buruh juga harus rasional mempertimbangkan kondisi dan situasi ekonomi perusahaan.
Presiden mengungkapkan kedua belah pihak (pengusaha dan buruh) dapat duduk bersama untuk memecahkan masalah kenaikan upah buruh yang saling menguntungkan. Apabila telah ada keputusan maka harus dapat dijalankan bersama.
Namun demikian, Presiden mengecam tindakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah upah yang membuat pengusaha dan buruh merugi.
"Peningkatan upah buruh dengan kemampuan dunia usaha, bicarakan baik-baik. Ketemu, dijalankan. Ketika sudah berjalan, jangan disegel, kita ingin buruh sejahtera, perusahaan juga tidak ada PHK. Jangan dibiarkan kalau ada kekerasan yang tidak perlu," kata Presiden.
Sementara itu, dalam kesempatan tersbeut Presiden juga menyerukan sinergi baik anatara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun dunia usaha dalam memperkuat perekonomian nasional.
Pewarta: Muhammad Arief Iskandar
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013
Tags: