Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Pelatihan dan Kerja Sama Internasional Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) BKKBN Ukik Kusuma Kurniawan menyarankan cuti ayah yang ideal maksimal selama 15 hari, tetapi durasinya bisa lebih fleksibel tergantung kebijakan pemerintah.

"Sebenarnya untuk ASN atau pegawai pemerintah sedang difinalisasi peraturannya (tentang cuti melahirkan), tetapi mungkin idealnya (untuk ayah) maksimal 15 hari, itu bisa lebih fleksibel," kata Ukik dalam acara diskusi bersama Duta Besar Hongaria di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan untuk saat ini, kebijakannya masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana cuti bersalin untuk ibu, baik yang bekerja di sektor pemerintah maupun swasta yakni selama tiga bulan, dan untuk ayah selama dua hari.

"Saat ini kita masih mengacu pada UU tersebut, untuk pekerja laki-laki selama dua hari dan pekerja perempuan selama tiga bulan," ujar dia.

Baca juga: Hongaria bahas cuti melahirkan yang ideal bersama BKKBN

Baca juga: Menteri PPPA: RUU KIA atur cuti melahirkan ibu pekerja dan cuti ayah
Ia juga menyebutkan, alasan cuti ayah selama dua hari seperti yang tertera pada UU tersebut yakni karena di Indonesia, keluarga biasa memiliki asisten rumah tangga atau pengasuh anak yang membantu tugas ibu setelah melahirkan, sehingga dalam kasus seperti itu, ayah bisa melanjutkan bekerja.

Namun, ia menegaskan bahwa BKKBN terus mendukung kebijakan pemerintah untuk memperpanjang durasi cuti ayah sesuai dengan ketentuan, agar orang tua memiliki lebih banyak waktu untuk mendidik anak.

Sementara itu, Duta besar Hongaria untuk Indonesia Lilla Karsay juga turut berbagi kebijakan cuti bagi orang tua yang bekerja.

"Di Hongaria, bagi ibu ada cuti hamil selama enam bulan dengan pembayaran gaji yang penuh apabila mereka bekerja, kami harap ini dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan anak agar lebih kuat," katanya.

Ia juga turut berbagi tentang kebijakan yang ramah untuk keluarga yang selama ini tengah digencarkan oleh pemerintah, mengingat Hongaria termasuk salah satu negara di Eropa yang mengalami penurunan populasi selama beberapa tahun terakhir.

"Salah satu tantangan yang dihadapi Eropa saat ini yakni tren penurunan angka kelahiran dan penurunan populasi, tetapi bagaimanapun, Indonesia dan Hongaria memiliki perspektif yang sama, bahwa keluarga adalah fondasi utama dari sebuah bangsa," ucapnya.

Adapun tiga kebijakan penting yang ditekankan oleh Dubes Lilla tentang pembangunan keluarga di Hongaria yakni hubungan yang stabil (stable relationship), pendapatan yang stabil (stable income), dan perumahan yang stabil (stable housing).

"Kalau di Indonesia masyarakatnya biasa memiliki asisten rumah tangga atau pengasuh anak, di Hongaria, pendidikan anak usia dini atau taman kanak-kanak secara umum gratis, dan mereka juga memiliki sistem pembelajaran baik, juga aman dan ramah anak, sehingga ibu yang ingin kembali bekerja setelah cuti enam bulan dapat menitipkan anak-anaknya di PAUD atau TK tanpa perlu khawatir," tuturnya.*

Baca juga: Sosiolog UNS sambut baik rencana hak cuti bagi ASN pria

Baca juga: Bangun kelekatan orang tua-anak, KemenPPPA dorong kebijakan cuti ayah