Pembenahan infrastruktur dasar butuh Rp4.800 triliun
2 November 2013 05:28 WIB
Ilustrasi. Warga menuang air bersih kedalam bak penampungan di Distrik Sota, Merauke, Senin (28/10). Pada musim kemarau, masyarakat di wilayah tersebut kekurangan air bersih dan untuk memenuhi kebutuhan itu mereka harus berjalan sekitar satu kilometer menuju mata air. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Bogor (ANTARA News) - Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Dedy Priatna mengatakan pemerintah membutuhkan dana senilai Rp4.800 triliun dalam RPJMN 2015-2019 untuk pembenahan infrastruktur dasar, yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Saya mencoba memberikan gambaran kalau mau kebutuhan tercapai 100 persen infrastruktur dasar, dibutuhkan Rp4.800 triliun untuk 2015-2019," ujarnya saat ditemui dalam media gathering di Ciawi, Bogor, Jumat.
Dedy mengatakan angka tersebut yang dibutuhkan pemerintah untuk mewujudkan penyediaan infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik dan sanitasi yang memadai seperti di negara maju dan mendorong taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
Namun, ia mengakui angka triliunan tersebut sulit dipenuhi pemerintah, apalagi nilai kebutuhan pembiayaan infrastruktur berdasarkan minimum lima persen dari PDB tahun 2010-2014 sebesar Rp1.975 triliun tidak tercapai.
"Kita hanya Rp1.400 triliun selama lima tahun atau 4,8 persen dari PDB. Itu sudah termasuk pendanaan dari BUMN. Sulit untuk mencapai lima persen, padahal China sudah 10 persen dan India delapan persen," kata Dedy.
Ia mencontohkan salah satu sarana infrastruktur dasar yang wajib dilakukan pembenahan adalah sarana sanitasi yang baru terwujud sebesar 2,8 persen di Jakarta, bandingkan dengan Singapura 100 persen, Kuala Lumpur 96 persen dan Hanoi 68 persen.
"Sebanyak 1,4 juta warga meninggal karena diare, dan kerugian yang disebabkan masalah sanitasi buruk mencapai Rp66 triliun, kerugian lebih banyak disebabkan oleh masalah kesehatan," katanya.
Dedy menambahkan untuk mewujudkan penyediaan sarana sanitasi di Jakarta sebesar 100 persen, maka dibutuhkan dana Rp125 triliun untuk membangun 12 zona pengelolaan air limbah. Dana tersebut sangat sulit dipenuhi oleh pemerintah.
"Kalau Rp1 triliun disiapkan tiap tahun itu tidak mungkin, karena terlalu banyak dan tidak mungkin dana pemerintah semuanya untuk pengelolaan air limbah. Bahkan dengan dana tersebut, Jakarta membutuhkan 125 tahun untuk membenahi masalah sanitasi," katanya.
Untuk itu, sebagai upaya mengatasi masalah pengolahan sanitasi, pemerintah telah meminta komitmen 125 pemerintah daerah untuk menyisihkan sebanyak dua persen dari anggaran daerah untuk mengatasi masalah sanitasi demi kesehatan masyarakat.
"Menurut saya, masalah ini bukan lagi urusan pemerintah pusat, namun daerah. Sekarang sudah ada komitmen anggaran untuk sanitasi minimum dua persen, dengan demikian kita bisa menghemat Rp56 triliun, karena masyarakat yang melakukan pengobatan berkurang," ujarnya.
Dedy menegaskan target pembenahan sarana infrastruktur dasar yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) pada tahun 2019 sebesar 100 persen harus tercapai, karena masyarakat dapat mengajukan gugatan apabila hal tersebut tidak tercapai.
"Seluruh kebutuhan infrastruktur dasar harus dipenuhi pada 2019, kalau tak tercapai ada class action dan bisa masyarakat menuntut, pemerintah menaruh ini untuk prioritas tinggi," katanya.
(S034/A026)
"Saya mencoba memberikan gambaran kalau mau kebutuhan tercapai 100 persen infrastruktur dasar, dibutuhkan Rp4.800 triliun untuk 2015-2019," ujarnya saat ditemui dalam media gathering di Ciawi, Bogor, Jumat.
Dedy mengatakan angka tersebut yang dibutuhkan pemerintah untuk mewujudkan penyediaan infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik dan sanitasi yang memadai seperti di negara maju dan mendorong taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
Namun, ia mengakui angka triliunan tersebut sulit dipenuhi pemerintah, apalagi nilai kebutuhan pembiayaan infrastruktur berdasarkan minimum lima persen dari PDB tahun 2010-2014 sebesar Rp1.975 triliun tidak tercapai.
"Kita hanya Rp1.400 triliun selama lima tahun atau 4,8 persen dari PDB. Itu sudah termasuk pendanaan dari BUMN. Sulit untuk mencapai lima persen, padahal China sudah 10 persen dan India delapan persen," kata Dedy.
Ia mencontohkan salah satu sarana infrastruktur dasar yang wajib dilakukan pembenahan adalah sarana sanitasi yang baru terwujud sebesar 2,8 persen di Jakarta, bandingkan dengan Singapura 100 persen, Kuala Lumpur 96 persen dan Hanoi 68 persen.
"Sebanyak 1,4 juta warga meninggal karena diare, dan kerugian yang disebabkan masalah sanitasi buruk mencapai Rp66 triliun, kerugian lebih banyak disebabkan oleh masalah kesehatan," katanya.
Dedy menambahkan untuk mewujudkan penyediaan sarana sanitasi di Jakarta sebesar 100 persen, maka dibutuhkan dana Rp125 triliun untuk membangun 12 zona pengelolaan air limbah. Dana tersebut sangat sulit dipenuhi oleh pemerintah.
"Kalau Rp1 triliun disiapkan tiap tahun itu tidak mungkin, karena terlalu banyak dan tidak mungkin dana pemerintah semuanya untuk pengelolaan air limbah. Bahkan dengan dana tersebut, Jakarta membutuhkan 125 tahun untuk membenahi masalah sanitasi," katanya.
Untuk itu, sebagai upaya mengatasi masalah pengolahan sanitasi, pemerintah telah meminta komitmen 125 pemerintah daerah untuk menyisihkan sebanyak dua persen dari anggaran daerah untuk mengatasi masalah sanitasi demi kesehatan masyarakat.
"Menurut saya, masalah ini bukan lagi urusan pemerintah pusat, namun daerah. Sekarang sudah ada komitmen anggaran untuk sanitasi minimum dua persen, dengan demikian kita bisa menghemat Rp56 triliun, karena masyarakat yang melakukan pengobatan berkurang," ujarnya.
Dedy menegaskan target pembenahan sarana infrastruktur dasar yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) pada tahun 2019 sebesar 100 persen harus tercapai, karena masyarakat dapat mengajukan gugatan apabila hal tersebut tidak tercapai.
"Seluruh kebutuhan infrastruktur dasar harus dipenuhi pada 2019, kalau tak tercapai ada class action dan bisa masyarakat menuntut, pemerintah menaruh ini untuk prioritas tinggi," katanya.
(S034/A026)
Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013
Tags: