KSPI: jangan sudutkan aksi buruh selalu negatif
1 November 2013 19:37 WIB
ilustrasi Buruh dari sejumlah aliansi di kota Depok menggelar aksi di Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Depok, Jabar, Kamis (31/10). Dalam aksinya mereka menuntut besaran kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Depok 2014 mendatang sama dengan DKI Jakarta atau setidaknya naik 50 persen dibanding tahun lalu. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta (ANTARA News) - Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhamad Rusdi meminta agar jangan menyudutkan aksi buruh dalam memperjuangan tuntutan upah selalu negatif.
"Kami mengimbau media massa memberikan pemberitaan yang berimbang tentang aksi-aksi buruh. Jangan hanya menyudutkan buruh dengan berita-berita yang seolah-olah aksi buruh adalah negatif, padahal tujuan aksi buruh demi memperjuangkan kesejahteraan buruh dan rakyat," katanya di Jakarta, Jumat.
Muhamad Rusdi juga mengatakan bahwa di Jawa Timur, melalui diskusi dengan Gubernur Soekarwo diperoleh informasi buruh mendapatkan kepastian dari "Pak De Karwo" --panggilan karib Gubernur Jatim-- bahwa mereka akan mendapatkan kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) pada kota-kota industri di Jatim sebesar Rp3 juta.
"Sedangkan di Kota Bekasi buruh sudah mendapatkan jaminan dari Wali Kota Bekasi kenaikan upah sebesar 40 persen," katanya.
Karena itu, kata dia, tidak pantas bagi Jakarta sebagai barometer perekonomian Indonesia menggaji buruhnya lebih rendah dari daerah lain.
Sedangkan Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, keputusan Gubernur DKI Jakarta Jokowi tentang upah minimumj provinsi (UMP) sebesar Rp2,4 juta, disebutnya telah "mengembalikan rezim upah murah".
"Karena, di beberapa daerah lainnya akan berdampak negatif dengan keputusan ini," katanya.
Ia menegaskan bahwa nilai UMP Rp2,4 juta sangat tidak layak untuk hidup di Jakarta, yaitu Rp600 ribu untuk sewa rumah, Rp500 ribu untuk ongkos transportasi, Rp990 ribu untuk makan sebulan dengan rincian makan sehari di Warteg, yakni Rp9.000 untuk pagi, Rp12.000 untuk siang, dan Rp12.000 untuk malam.
"Jadi dari upah minimum hanya menyisakan Rp300 ribu per bulan, apakah ini layak hidup di Jakarta," katanya.
Selain itu, kata dia, Gubernur Jokowi dinilai tidak memahami tentang penetapan nilai komponen hidup layak (KHL) yang digunakan untuk menghitung nilai upah minimum.
Karena, kata dia, KHL yang diputuskan pemerintah sebesar Rp2,29 juta adalah untuk KHL 2013, sedangkan upah minimumnya untuk 2014.
Oleh karena itu, katanya, usulan KHL dari serikat buruh adalah sebesar Rp2.767.320 yang berasal dari menghitung nilai KHL pada tahun 2014 secara regresi (bukan tahun 2013).
Dengan demikian, katanya, seharusnya UMP DKI 2014 minimal dengan berpatokan nilai KHL Rp2.767.320 ditambah nilai inflasi, pertumbuhan ekonomi, produktifitas DKI, maka akan didapat nilai UMP DKI 2014 adalah sebesar Rp3,2 juta, bukan Rp2,4 juta yang diputuskan Jokowi.
(A035/E005)
"Kami mengimbau media massa memberikan pemberitaan yang berimbang tentang aksi-aksi buruh. Jangan hanya menyudutkan buruh dengan berita-berita yang seolah-olah aksi buruh adalah negatif, padahal tujuan aksi buruh demi memperjuangkan kesejahteraan buruh dan rakyat," katanya di Jakarta, Jumat.
Muhamad Rusdi juga mengatakan bahwa di Jawa Timur, melalui diskusi dengan Gubernur Soekarwo diperoleh informasi buruh mendapatkan kepastian dari "Pak De Karwo" --panggilan karib Gubernur Jatim-- bahwa mereka akan mendapatkan kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) pada kota-kota industri di Jatim sebesar Rp3 juta.
"Sedangkan di Kota Bekasi buruh sudah mendapatkan jaminan dari Wali Kota Bekasi kenaikan upah sebesar 40 persen," katanya.
Karena itu, kata dia, tidak pantas bagi Jakarta sebagai barometer perekonomian Indonesia menggaji buruhnya lebih rendah dari daerah lain.
Sedangkan Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, keputusan Gubernur DKI Jakarta Jokowi tentang upah minimumj provinsi (UMP) sebesar Rp2,4 juta, disebutnya telah "mengembalikan rezim upah murah".
"Karena, di beberapa daerah lainnya akan berdampak negatif dengan keputusan ini," katanya.
Ia menegaskan bahwa nilai UMP Rp2,4 juta sangat tidak layak untuk hidup di Jakarta, yaitu Rp600 ribu untuk sewa rumah, Rp500 ribu untuk ongkos transportasi, Rp990 ribu untuk makan sebulan dengan rincian makan sehari di Warteg, yakni Rp9.000 untuk pagi, Rp12.000 untuk siang, dan Rp12.000 untuk malam.
"Jadi dari upah minimum hanya menyisakan Rp300 ribu per bulan, apakah ini layak hidup di Jakarta," katanya.
Selain itu, kata dia, Gubernur Jokowi dinilai tidak memahami tentang penetapan nilai komponen hidup layak (KHL) yang digunakan untuk menghitung nilai upah minimum.
Karena, kata dia, KHL yang diputuskan pemerintah sebesar Rp2,29 juta adalah untuk KHL 2013, sedangkan upah minimumnya untuk 2014.
Oleh karena itu, katanya, usulan KHL dari serikat buruh adalah sebesar Rp2.767.320 yang berasal dari menghitung nilai KHL pada tahun 2014 secara regresi (bukan tahun 2013).
Dengan demikian, katanya, seharusnya UMP DKI 2014 minimal dengan berpatokan nilai KHL Rp2.767.320 ditambah nilai inflasi, pertumbuhan ekonomi, produktifitas DKI, maka akan didapat nilai UMP DKI 2014 adalah sebesar Rp3,2 juta, bukan Rp2,4 juta yang diputuskan Jokowi.
(A035/E005)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013
Tags: