"Faktor penurunan barang konsumsi ada beberapa hal, salah satunya konsumen Indonesia makin peduli dan meminati produk dalam negeri," kata dia, dalam jumpa pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, semakin banyak masyarakat Indonesia menilai produk-produk Indonesia memiliki kualitas lebih baik, beberapa contohnya adalah produk batik dan kuliner.
"Ini perkembangan yang harus kita syukuri, dan akan kita lihat ke depan, karena memang konsisten penurunannya untuk konsumsi tersebut," kata dia.
Data Badan Pusat Statistik, impor barang konsumsi periode Januari-September 2012 tercatat sebesar 9,9 miliar dolar Amerika Serikat, sementara periode sama 2013 ini 9,7 miliar dolar AS.
Dia menjelaskan, selain faktor lain juga menyumbang; produk garmen, alas kaki, dan kosmetik sudah bisa diproduksi di dalam negeri sehingga mampu menekan angka impor barang konsumsi, selain pembelian skala besar dari BUMN.
Sementara itu, tentang defisit neraca perdagangan sebesar 657,2 juta dolar Amerika Serikat, dia mengatakan, hal tersebut akibat lonjakan importasi minyak mentah yang cukup signifikan.
BPS mencatat, total nilai ekspor Indonesia pada periode September 2013 mencapai 14,81 miliar dolar AS atau turun sebesar 6,85 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2012 lalu sebesar 15,9 miliar dolar Amerika Serikat.
Total ekspor periode September 2013 terdiri atas ekspor nonmigas sebesar 12,29 miliar dolar AS dan ekspor migas senilai 2,52 miliar dolar AS, dan meskipun terjadi penurunan ekspor September 2013 dibanding dibanding periode sama tahun sebelumnya, namun jika dibandingkan periode Agustus 2013 ekspor Indonesia melonjak tajam 13,19 persen atau sebesar 13,08 miliar dolar AS.
Nilai ekspor terbesar nonmigas selama September 2013 terjadi pada bahan bakar mineral yang mencapai 1,767 miliar dolar AS atau mengontribusi 16,89 persen terhadap total ekspor nasional.