Pemerintah dan swasta bisa bersinergi beri bantuan kemanusiaan
27 Maret 2024 05:17 WIB
Direktur Timur Tengah Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Bagus Hendraning Kobarsih ketika ditemui di acara "ParagonCorp Sinergi #PenggerakKebaikan" di Jakarta, Selasa (26/3/2024) malam. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dapat bersinergi dengan pihak swasta untuk memberikan bantuan kemanusiaan mulai dari penyaluran bantuan sampai penanganan secara psikosial.
"Itu yang bisa kita kolaborasikan dengan swasta karena swasta biasanya lebih fleksibel dan punya orang-orang yang khusus di bidang tertentu, misalnya paramedis, tenaga kesehatan, pengajar, ahli bidang gizi," kata Direktur Timur Tengah Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Bagus Hendraning Kobarsih ketika ditemui di Jakarta, Selasa malam (26/3).
Menurut Bagus, pemerintah dan swasta setidaknya bisa berkolaborasi dalam tiga hal tentang bantuan kemanusiaan. Pertama, sinergi bisa dilakukan dalam bidang kerja sosial, khususnya penyaluran bantuan untuk hal-hal yang bersifat mendesak seperti makanan, obat-obatan dan pakaian.
Baca juga: Baznas RI siapkan bantuan kemanusiaan Rp2 miliar untuk Sudan
Baca juga: Qatar dan PBB bahas langkah fasilitasi bantuan kemanusiaan masuk Gaza
Bantuan kemanusiaan kedua, ialah bantuan pascakonflik atau pascagempa, misalnya pembangunan fasilitas umum, infrastruktur seperti jalan dan jembatan.
Terakhir, bantuan kemanusiaan juga mencakup kemampuan khusus seperti pengolahan bantuan yang berupa bahan makanan, tenaga pendidikan, dan salah satu yang terpenting, penanganan psikososial pascakonflik atau pascagempa.
Bagus mencontohkan ketika terjadi bencana, ada orang-orang yang mengalami rasa takut atau bahkan trauma
"Orang-orang yang ditinggal keluarga karena konflik atau gempa, (kemudian), barang-barang (miliknya) rusak, perlu ada orang-orang yang tidak hanya membangun kembali fisik, tapi, juga psikologis," kata Bagus.
Oleh karena itu, Bagus menilai adalah penting semangat kesukarelaan dan semangat untuk menjadi pelopor dan keduanya perlu berjalan beriringan.
Semangat kesukarelaan, kata Bagus, perlu digalang.
Bagus menjelaskan bantuan kemanusiaan diperlukan ketika terjadi bencana karena banyak faktor produksi, yang biasanya berproduksi untuk memenuhi kebutuhan, tidak bisa berjalan.
"Misalnya seperti di Gaza, tidak ada pabrik yang bisa berfungsi, pertanian tidak berjalan," kata Bagus.
Bagus juga mengapresiasi pihak-pihak swasta yang memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk ketika pandemi COVID-19 antara lain dengan menyumbang pakaian atau peralatan kesehatan.
Baca juga: 5,5 juta warga Haiti butuh bantuan kemanusiaan
Baca juga: Jepang akan gabung koridor maritim pasok bantuan ke Jalur Gaza
Baca juga: AS jatuhkan bantuan kemanusiaan kesembilan lewat udara ke Gaza
"Itu yang bisa kita kolaborasikan dengan swasta karena swasta biasanya lebih fleksibel dan punya orang-orang yang khusus di bidang tertentu, misalnya paramedis, tenaga kesehatan, pengajar, ahli bidang gizi," kata Direktur Timur Tengah Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Bagus Hendraning Kobarsih ketika ditemui di Jakarta, Selasa malam (26/3).
Menurut Bagus, pemerintah dan swasta setidaknya bisa berkolaborasi dalam tiga hal tentang bantuan kemanusiaan. Pertama, sinergi bisa dilakukan dalam bidang kerja sosial, khususnya penyaluran bantuan untuk hal-hal yang bersifat mendesak seperti makanan, obat-obatan dan pakaian.
Baca juga: Baznas RI siapkan bantuan kemanusiaan Rp2 miliar untuk Sudan
Baca juga: Qatar dan PBB bahas langkah fasilitasi bantuan kemanusiaan masuk Gaza
Bantuan kemanusiaan kedua, ialah bantuan pascakonflik atau pascagempa, misalnya pembangunan fasilitas umum, infrastruktur seperti jalan dan jembatan.
Terakhir, bantuan kemanusiaan juga mencakup kemampuan khusus seperti pengolahan bantuan yang berupa bahan makanan, tenaga pendidikan, dan salah satu yang terpenting, penanganan psikososial pascakonflik atau pascagempa.
Bagus mencontohkan ketika terjadi bencana, ada orang-orang yang mengalami rasa takut atau bahkan trauma
"Orang-orang yang ditinggal keluarga karena konflik atau gempa, (kemudian), barang-barang (miliknya) rusak, perlu ada orang-orang yang tidak hanya membangun kembali fisik, tapi, juga psikologis," kata Bagus.
Oleh karena itu, Bagus menilai adalah penting semangat kesukarelaan dan semangat untuk menjadi pelopor dan keduanya perlu berjalan beriringan.
Semangat kesukarelaan, kata Bagus, perlu digalang.
Bagus menjelaskan bantuan kemanusiaan diperlukan ketika terjadi bencana karena banyak faktor produksi, yang biasanya berproduksi untuk memenuhi kebutuhan, tidak bisa berjalan.
"Misalnya seperti di Gaza, tidak ada pabrik yang bisa berfungsi, pertanian tidak berjalan," kata Bagus.
Bagus juga mengapresiasi pihak-pihak swasta yang memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk ketika pandemi COVID-19 antara lain dengan menyumbang pakaian atau peralatan kesehatan.
Baca juga: 5,5 juta warga Haiti butuh bantuan kemanusiaan
Baca juga: Jepang akan gabung koridor maritim pasok bantuan ke Jalur Gaza
Baca juga: AS jatuhkan bantuan kemanusiaan kesembilan lewat udara ke Gaza
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024
Tags: