EMB-314 Super Tucano bahu-membahu beraksi di Natuna
Empat Super Tucano tiba di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, akhir Agustus 2012. Spesifikasi Super Tucano EMB-314 di antaranya: kemampuan manuver -3,5 g sampai +7g , kecepatan maksimal 590 km/jam, ketinggian maks 31.000 kaki dpl. Persenjataan AIM-9 sidewinder, AAM-1 Piranha, bom MK-81 dan MK-82, roket FFAR. Dilengkapi sistem navigasi digital, sistem kendali terintegrasi HOTAS, bisa dipakai intai taktis karena memiliki pod FLIR dan DLIR, bisa beroperasi mandiri dgn dukungan minimal dan cocok dgn topografi serta kontur/iklim tropis basah. (www.antaranews.com/Ade P Marboen)
Wilayah paling ujung di tepi Laut China Selatan itu dipilih dengan sejumlah alasan, mengingat perairan internasional itu diklaim lima negara, yaitu China, Brunei Darussalam, Viet Nahm, Filipina, dan Malaysia. Indonesia ada dalam "kawasan panas" sehingga kesiapsiagaan militernya menjadi keharusan.
Saat mendarat di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, empat Super Tucano masih diberi nomor registrasi eksperimental, PT-Z01 hingga PT-Z04, persenjataan belum dipasang dan dilengkapi dua tangki eksternal.
Super Tucano buatan Empresa Braziliera de Aeronotica (Embraer) SA itu merupakan pengembangan dari EMB-312 Tucano, yang programnya diluncurkan pada 1995 sejalan program Sistema de Vigilancia da Amazonia (SIVAM) yang menghendaki Angkatan Udara Brazil memiliki pesawat terbang patroli dengan kemampuan penyerbuan darat dan pengintaian serta anti gerilya.
Permintaan karakteristik dan spesifikasi itu dijawab Embraer SA dengan konsep pengembangan EMB-312, berupa pesawat tempur turbo-prop yang bisa dioperasikan dari pangkalan berfasilitas minimal, terpencil, kokpit modern full-glass, dapat menahan beban +7g hingga -3,5 g, dan mampu dipadu-padankan dengan berbagai sistem pengamatan/persenjataan Barat atau sebagian Timur.
Salah satu yang dijagokan, adalah pemasangan perangkat FLIR (forward-looking infra red) dan DLIR (downward-looking infra red) yang didedikasikan Brazil untuk memonitor pergerakan pesawat tempur lawan ataupun gerilyawan di darat.
Intinya, dia lalu menjelma menjadi pesawat tempur counter-intelligence dan surveillance. Mesin yang menjadi pendorong juga mudah dirawat, yaitu Pratt & Whitney PT6A-68A yang membangkitkan 1.600 shp disuplai tangki internal 695 liter avtur sehingga mampu menerbangkan dia pada radius 1.500 kilometer alias terbang selama 6,5 jam.
Peran lain Super Tucano adalah pesawat latih dasar dan lanjut penerbang tempur (menurut airforce techonology, Amerika Serikat), dan serang udara-darat atau udara-udara ringan dari satu atau dua penerbang yang duduk secara tandem.
Kinerja tempur pilot dan perwira persenjataan dijamin berkat fitur OBOGS (on-board oxygen generated systems), dan pengendalian dari tuas kemudi tunggal HOTAS (hands-on throttle and stick control) disuplai dari Northrop Grumman. Jadi, feel mengemudikan Super Tucano dan mengoperasikan sistem persenjataannya sangat identik dengan pesawat tempur jet canggih.
Sejak awal dirancang, disadari bahwa perang asimetris akan makin menggejala di banyak belahan dunia, di mana para milisi atau teroris dan gerakan separatis akan melancarkan taktik semi gerilya atau malah gerilya penuh.
Pada tengah dasawarsa '60-an, ada Rockwell OV-10E/F Bronco yang diakui sangat efektif memainkan peran dukungan udara dan lain-lain menentukan jalan pertempuran darat.
Indonesia pernah memiliki satu skuadron udara OV-10F Bronco yang sejak 2007 lalu dipensiunkan begitu saja dengan alasan efisiensi anggaran dan kesulitan perawatan.
Pada saat kini, Korps Marinir Amerika Serikat malah berusaha menghidupkan kembali armda OV-10 mereka ini dengan peralatan lebih canggih. Operasi Seroja di Timor Timur, adalah palagan paling top dari kebolehan OV-10F Bronco ini.
Karena asasinya sebagai pesawat "pengganti" peran sejenis OV-10F Bronco itulah, maka Super Tucano dipersenjatai lima hardpoint sebagai "cantelan" persenjataan di kedua sayap dan perut fuselage-nya, yang mampu menggendong 1.500 kilogram beban. Dua senapan mesin 12,7 dipasang di kedua sayapnya yang menyemburkan maksimal 1.100 peluru permenit.
Yang menarik, kelima hardpoint itu bisa dipakai untuk bom berpenuntun alias bom pintar udara-ke-darat atau udara-ke-udara, selain bom konvensional Mk-82 atau Mk-84 udara-ke-darat. Brazil memasang misil buatan sendiri, MAA-1 Piranha berpenuntun infra merah dari Orbita; yang mendapat pasokan data dari turet radar AN/AAQ-22 SAFIRE di sebelah FLIR/DLIR-nya.
Kembali ke Kepulauan Natuna yang menjadi arena Angkasa Yudha 2013 ini. Dalam skenario latihan Angkasa Yudha 2013 yang diperoleh, pasukan TNI AU berupaya merebut kembali Pangkalan Udara Ranai, Kabupaten Natuna, yang dikuasai oleh musuh dari "negara Musang".
EMB-314 Super Tucano, dalam Angkasa Yudha 2013 itu, tidak difungsikan penuh sebagai pesawat terbang recconaissance; melainkan CASA 212 Aviocar dari Skuadron Udara 4. Hasil "intipan" mereka ditindaklanjuti Hawk 109/209 dari Skuadron Udara 1 yang memainkan peran arm recconaissance.
Sasaran yang telah ditetapkan dan dikunci lalu dibombardir oleh gabungan F-16 Fighting Falcon (Skuradron Udara 3), Su-27 Flanker (Skuadron Udara 11), dan EMB-314 Super Tucano dari ketinggian lebih rendah.
Walau beda konteks masa, namun penampilan dan akibat yang ditimbulkan dari bom-bom udara-ke-darat itu cukup ampuh menghancurkan sasaran-sasaran musuh. EMB-314 alias A-29 Super Tucano "membersihkan" sisa-sisa fasilitas dan pasukan musuh tersisa. Mirip dengan aksi A-10 Thunderbolt II dalam skala lebih kecil walau sama-sama mematikan.
Dengan loreng hijau dan gigi-gigi hiu bersorak merah-putih menyeringai itu, EMB-314 Super Tucano menyambar-nyambar sasaran-sasaran di sekitaran landas pacu berazimuth 180-360 itu.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013