BFA: Transisi energi merupakan kunci pembangunan hijau di Asia
26 Maret 2024 19:31 WIB
Foto yang diambil pada 22 Maret 2024 ini menunjukkan pemandangan Pusat Konferensi Internasional Boao Forum for Asia (BFA) di Boao, Provinsi Hainan, China selatan. Konferensi Tahunan Boao Forum for Asia (BFA) 2024 akan diadakan pada tanggal 26 hingga 29 Maret di Boao, dengan fokus pada bagaimana komunitas internasional dapat bekerja sama untuk menghadapi tantangan bersama dan memikul tanggung jawab mereka. (Xinhua/Yang Guanyu)
Boao (ANTARA) - Transisi energi merupakan kunci untuk merangkul revolusi industri hijau dan mencapai pembangunan hijau di Asia, menurut sebuah laporan dari Forum Boao untuk Asia (Boao Forum for Asia/BFA) yang dirilis pada Selasa (26/3).
Laporan tersebut berjudul "Pembangunan Berkelanjutan: Laporan Tahunan Asia dan Dunia 2024 - Menuju Era Listrik Nol Karbon dan Memperkuat Pembangunan Hijau di Asia." (Sustainable Development: Asia and the World Annual Report 2024--Striding towards Zero-Carbon Electricity Era and Bolstering Green Development in Asia).
Laporan itu menyebut bahwa munculnya kekuatan produktif yang berkualitas baru, seperti pemanfaatan sumber daya terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan elektrifikasi sektor-sektor end-use, akan memunculkan industri baru dan menciptakan berbagai peluang kerja yang besar.
Pasar global untuk kendaraan listrik (electric vehicle/EV), energi surya dan bayu, hidrogen hijau, dan lebih dari puluhan teknologi ramah lingkungan lainnya diproyeksikan mencapai 2,1 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp15.795) pada 2030, lima kali lipat dari ukuran pasar saat ini, kata laporan tersebut seraya mengutip prediksi dari Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development/UNCTAD).
Sistem tenaga listrik nol karbon (zero-carbon) merupakan landasan dalam mengatasi perubahan iklim, dan transisi menuju tenaga listrik zero-carbon membutuhkan dukungan kebijakan, desain mekanisme pasar, serta partisipasi kolektif seluruh masyarakat.
Mekanisme penetapan harga listrik berbasis pasar dapat memberikan dorongan yang kuat untuk transisi ini dengan menstimulasi investasi, pengembangan, dan konsumsi energi terbarukan, katanya.
Asia memiliki potensi besar untuk membangun sistem tenaga listrik zero-carbon mengingat permintaannya yang sangat besar untuk konsumsi energi.
Selama lima tahun terakhir, China, Jepang, India, dan negara-negara Asia lainnya menduduki peringkat teratas dalam investasi energi bersih global, bertindak sebagai akselerator investasi energi bersih global, kata laporan tersebut.
Namun, laporan tersebut juga menyatakan bahwa banyak negara berkembang di Asia yang sangat membutuhkan investasi berskala besar dalam teknologi ramah lingkungan dan industri rendah karbon.
Laporan tersebut berjudul "Pembangunan Berkelanjutan: Laporan Tahunan Asia dan Dunia 2024 - Menuju Era Listrik Nol Karbon dan Memperkuat Pembangunan Hijau di Asia." (Sustainable Development: Asia and the World Annual Report 2024--Striding towards Zero-Carbon Electricity Era and Bolstering Green Development in Asia).
Laporan itu menyebut bahwa munculnya kekuatan produktif yang berkualitas baru, seperti pemanfaatan sumber daya terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan elektrifikasi sektor-sektor end-use, akan memunculkan industri baru dan menciptakan berbagai peluang kerja yang besar.
Pasar global untuk kendaraan listrik (electric vehicle/EV), energi surya dan bayu, hidrogen hijau, dan lebih dari puluhan teknologi ramah lingkungan lainnya diproyeksikan mencapai 2,1 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp15.795) pada 2030, lima kali lipat dari ukuran pasar saat ini, kata laporan tersebut seraya mengutip prediksi dari Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development/UNCTAD).
Sistem tenaga listrik nol karbon (zero-carbon) merupakan landasan dalam mengatasi perubahan iklim, dan transisi menuju tenaga listrik zero-carbon membutuhkan dukungan kebijakan, desain mekanisme pasar, serta partisipasi kolektif seluruh masyarakat.
Mekanisme penetapan harga listrik berbasis pasar dapat memberikan dorongan yang kuat untuk transisi ini dengan menstimulasi investasi, pengembangan, dan konsumsi energi terbarukan, katanya.
Asia memiliki potensi besar untuk membangun sistem tenaga listrik zero-carbon mengingat permintaannya yang sangat besar untuk konsumsi energi.
Selama lima tahun terakhir, China, Jepang, India, dan negara-negara Asia lainnya menduduki peringkat teratas dalam investasi energi bersih global, bertindak sebagai akselerator investasi energi bersih global, kata laporan tersebut.
Namun, laporan tersebut juga menyatakan bahwa banyak negara berkembang di Asia yang sangat membutuhkan investasi berskala besar dalam teknologi ramah lingkungan dan industri rendah karbon.
Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024
Tags: