Jakarta (ANTARA News) - Pakar Komunikasi Politik Tjipta Lesmana mengritik figur-figur yang ingin dan telah menjadi bakal calon presiden untuk 2014 karena hanya mengumbar gagasan pembangunan dalam skala kecil atau mikro.

"Dengan krisis kepemimpinan ini, (bakal) capres-capres yang ada hanya bicara soal mikro," kata Tjipta yang juga Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan pada diskusi "Apa yang Salah dengan Politik Kita" di Jakarta, Rabu petang.

Menurutnya, figur-figur politisi yang ingin menjadi pemimpin harus menguasai dan menyampaikan permasalahan bangsa kekinian dalam konteks besar maupun yang kecil.

Ikhwal permasalahan makro yang jarang disampaikan oleh calon pemimpin adalah bagaiamana rusaknya dan juga solusinya sistem serta etika politik bangsa.

"Jarang yang menanggapi soal etika (politik) yang sudah dikubur. Siapa yang salah? Sistem, jelas sistem politik kita," kata Tjipta.

Sistem politik yang telah rusak ini, menurut Tjipta, juga telah "memuluskan" jalan ke dalam kebobrokan pemerintahan, salah satunya seperti fakta dinasti politik yang memudahkan tindakan penyelewengan kekuasaan dan sikap birokrat yang koruptif.

"Sayanganya dinasti poltik malah dibela oleh Ketua DPP Golkar Aburizal Bakrie (bakal capres)," katanya.

Sistem politik yang berpedoman pada kekerabatan ini telah menelantarkan kepentingan rakyat dan upaya peningkatan kapasitas generasi penerus.

Tjipta juga menyesalkan aturan dalam Undang-Undang Pemilihan Presiden yang tidak memberi jalan kepada calon independen. Dia menyesalkan hal itu karena, menurutnya, sistem politik yang telah rusak disebabkan peran partai politik.

"Masalahnya sekarang kita butuh calon pemimpin lain. Nah calon independen tidak bisa, karena selalu `digembok` oleh DPR," katanya.

"Anggota DPR juga takut partainya tidak dapat memberi calon presiden, ketimbang memikirkan calon dari sosok lain," ucap Tjipta menambahkan.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin pada diskusi tersebut berpendapat partai-partai politik telah kehilangan rasa percaya diri untuk membenahi sistem politik yang telah tertular sifat transaksional.

"Tidak bisa dinafikan, yang menentukan hitam-putihnya negara ini adalah partai politik. Namun parpol tidak percaya diri dan menjadi penakut," katanya.

Menurut Irman, partai politik merasa tidak percaya diri, karena ketika ingin bergerak untuk membenahi sistem, mereka juga memiliki "dosa" dalam sistem politik transaksional sebelumnya yang menyandera mereka.

"Ketika ingin bergerak dan membersihkan, wah anda bisa saya beberkan kasus ini, dan macam-macam," kata dia.
(I029/T007)