Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan sebanyak lebih dari 2.200 beasiswa dan fellowship dokter spesialis dan subspesialis diberikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan di Indonesia.

Dia menjelaskan beasiswa itu diberikan bagi yang berminat untuk menempuh pendidikan spesialis di Indonesia, dengan ketentuan mereka kembali lagi ke daerahnya di mana mereka dulu bekerja setelah pendidikannya selesai.

Baca juga: Menkes paparkan sejumlah strategi percepat produksi dokter spesialis

"Kekurangan tenaga dokter spesialis masih terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Sekitar 59 persen dokter spesialis masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, 30 provinsi masih kekurangan dokter spesialis, 34 RSUD belum memiliki tujuh spesialis dasar, dan kalau dibiarkan ini butuh waktu 10 tahun," ujar Dante dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI yang disiarkan di kanal YouTube TVR Parlemen, di Jakarta, Senin.

Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan sejumlah upaya lain untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia tersebut, contohnya pendayagunaan di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK), pengadaan ASN JF Kesehatan di pusat dan daerah, serta memanggil pulang 21 dokter spesialis yang ada di luar negeri.

"Untuk tenaga diaspora ini sudah ada 21 dokter spesialis diaspora yang sedang menjalankan proses adaptasi di Indonesia serta 63 dokter sedang menunggu dan dalam proses administrasi yang akan kami lakukan segera adaptasinya pada tahun ini," katanya.

Baca juga: Kemenkes buka 2.000 kuota beasiswa dokter spesialis di tahun ini

Dia mengemukakan, dalam pendidikan bidang kesehatan, terdapat kendala, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi yang menghentikan sementara perizinan perguruan tinggi pada kementerian lain dan lembaga pemerintah nonkementerian hingga evaluasi penyelenggaraan pendidikan oleh Kemendikbudristek selesai.

Dia mencontohkan, kebutuhan tenaga okupasi terapi dan terapis wicara secara nasional adalah sekitar 4.000 orang, namun jumlah program studi total di Indonesia hanya empat untuk okupasi terapi dan lima untuk terapis wicara. Selain itu, rata-rata lulusan per tahunnya sekitar 200 orang.

"Jadi, kalau kita diamkan dan kita tidak melakukan tindakan apa-apa kita baru bisa memenuhi setelah 20 tahun kemudian," ujarnya.

Baca juga: Fellowship dokter spesialis Kemenkes jaring 1.258 peserta

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Kemendikbudristek untuk merelaksasi izin pendidikan agar program studi yang dibutuhkan dapat dibuka di politeknik guna memenuhi kebutuhan nasional.