Berkeliling membangunkan sahur dengan pengeras suara, perlukah?
25 Maret 2024 14:38 WIB
Ilustrasi: Sejumlah warga mengikuti iring-iringan koko'o (ketuk) sahur dengan membunyikan kentongan bambu dan alat musik lainnya di Kota Gorontalo, Gorontalo. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/hp. (ANTARAFOTO/Adiwinata Solihin)
Jakarta (ANTARA) - Salah satu tradisi yang selalu muncul tiap bulan Ramadhan tiba adalah kebiasaan membangunkan warga untuk santap sahur baik dengan berkeliling diiringi bebunyian kentongan atau lewat pengeras suara masjid dan mushala tiap 30 menit sejak 1,5 jam jelang waktu imsak.
Kendati demikian di sejumlah daerah ada juga kebiasaan membangunkan sahur dengan berkeliling memainkan alat musik yang dilontarkan menggunakan pengeras suara.
Bahkan terkadang aktivitas membangunkan sahur dengan alat musik berpengeras suara itu dilakukan sekira 3-4 jam sebelum waktu imsak atau terlalu dini, yang tak jarang menimbulkan kebisingan di tengah waktu istirahat.
Baca juga: Masjid di Aceh galakkan tradisi berbagi kanji rumbi untuk menu berbuka
Bagaimana ulama memandang tradisi tersebut? Berikut adalah penjelasan anggota Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Idris Mas'udi perihal anjuran membangunkan warga di waktu sahur:
"Untuk dalil anjuran sejauh yang saya pahami tidak ada, tapi tradisi membangunkan sahur memiliki sejarah yang panjang," katanya di Jakarta, Senin.
Dalam sebuah riwayat sejarah, lanjutnya, sahabat Rasulullah SAW Bilal bin Rabbah dikenal sebagai orang pertama yang membangunkan warga untuk sahur dengan melakukan adzan.
Tradisi atas praktik membangunkan sahur ini, kata dia, berkembang seiring perkembangan zaman dengan beragam cara dan alat yang digunakan sebagai medianya.
Baca juga: Masyarakat Larike lestarikan tradisi "tunggu batale" saat Ramadhan
Penggunaan alat pengeras untuk tujuan membangunkan sahur pada dasarnya memang harus memperhatikan dan mempertimbangkan aspek-aspek yang mengitarinya, terutama aspek manfaat dan mafsadat-nya.
Jika memang memberikan dampak mafsadat yang nyata seperti suara yang bising dan mengganggu orang lain, menurutnya, entu hal tersebut tidak baik.
Jadi, kata dia, intinya harus melihat aspek kerelaan masyarakat sekitar juga, terlebih di masyarakat yang cukup plural. Jangan sampai dengan membangunkan sahur itu justru merusak atau mengganggu waktu istirahat masyarakat.
Di titik ini tradisi membangunkan sahur boleh dilakukan dengan cara-cara yg arif dan beradab, termasuk alat-alat yang digunakannya.
Baca juga: Ribuan warga padati tradisi "Petang Megang" di Pekanbaru
Kendati demikian di sejumlah daerah ada juga kebiasaan membangunkan sahur dengan berkeliling memainkan alat musik yang dilontarkan menggunakan pengeras suara.
Bahkan terkadang aktivitas membangunkan sahur dengan alat musik berpengeras suara itu dilakukan sekira 3-4 jam sebelum waktu imsak atau terlalu dini, yang tak jarang menimbulkan kebisingan di tengah waktu istirahat.
Baca juga: Masjid di Aceh galakkan tradisi berbagi kanji rumbi untuk menu berbuka
Bagaimana ulama memandang tradisi tersebut? Berikut adalah penjelasan anggota Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Idris Mas'udi perihal anjuran membangunkan warga di waktu sahur:
"Untuk dalil anjuran sejauh yang saya pahami tidak ada, tapi tradisi membangunkan sahur memiliki sejarah yang panjang," katanya di Jakarta, Senin.
Dalam sebuah riwayat sejarah, lanjutnya, sahabat Rasulullah SAW Bilal bin Rabbah dikenal sebagai orang pertama yang membangunkan warga untuk sahur dengan melakukan adzan.
Tradisi atas praktik membangunkan sahur ini, kata dia, berkembang seiring perkembangan zaman dengan beragam cara dan alat yang digunakan sebagai medianya.
Baca juga: Masyarakat Larike lestarikan tradisi "tunggu batale" saat Ramadhan
Penggunaan alat pengeras untuk tujuan membangunkan sahur pada dasarnya memang harus memperhatikan dan mempertimbangkan aspek-aspek yang mengitarinya, terutama aspek manfaat dan mafsadat-nya.
Jika memang memberikan dampak mafsadat yang nyata seperti suara yang bising dan mengganggu orang lain, menurutnya, entu hal tersebut tidak baik.
Jadi, kata dia, intinya harus melihat aspek kerelaan masyarakat sekitar juga, terlebih di masyarakat yang cukup plural. Jangan sampai dengan membangunkan sahur itu justru merusak atau mengganggu waktu istirahat masyarakat.
Di titik ini tradisi membangunkan sahur boleh dilakukan dengan cara-cara yg arif dan beradab, termasuk alat-alat yang digunakannya.
Baca juga: Ribuan warga padati tradisi "Petang Megang" di Pekanbaru
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: