Seiring berjalannya waktu, perpaduan itu tak hanya menarik masyarakat Indonesia, namun juga wisatawan asing yang kini melirik penggunaan kain-kain tradisional, di antaranya tenun ikat dan endek khas Bali, hingga batik, sebagai salah satu pilihan berbusana.
Kombinasi menarik itu dikemas dalam peragaan busana internasional bertajuk Bohemia Fashion Week (BFW) yang didirikan oleh pelaku industri fesyen Taisia Berdysheva di kawasan wisata Canggu, Kabupaten Badung, Bali, 23-24 Maret 2024.
Total ada 50 perancang busana lokal Bali dan Jakarta yang berdampingan dalam satu panggung peragaan (catwalk) dengan perancang dan pelaku industri fesyen dari tujuh negara di Eropa Timur dan Timur Tengah, di antaranya Indonesia, Azerbaijan, Kazakhstan, Lebanon, Armenia, Rusia, dan wilayah selatan Rusia, Kalmyka.
Busana karya para desainer yang dibawakan para model dalam dan luar negeri itu tak terlepas dari tema besar peragaan busana unsur bohemian yang perdana diadakan di Pulau Dewata.
"Industri fesyen di Bali terbuka untuk ide baru, termasuk dari para desainernya," kata Taisia, saat berbincang dengan ANTARA.
Gaya bohemia atau bohemian style yang diperkirakan muncul pada abad ke-19 di Amerika Serikat itu memiliki ciri khas gaya busana yang mencerminkan kebebasan berekspresi dan kreativitas penggunanya, sehingga mendorong karakter yang unik dan tergolong eksentrik.
Lantaran dinilai memberikan kebebasan berekspresi, bohemian style kini digemari dan berkembang di kalangan anak muda karena dinilai cocok dengan gaya hidup mereka.
Menarik untuk mengulik ciri khas gaya bohemia atau yang biasa disebut boho yang dipadukan dengan kain tradisional Bali.
1. Permainan warna
Warna khas dalam gaya bohemia lebih banyak memainkan campuran atau tabrak warna cerah, misalnya merah, ungu, perak.
Ada juga penggunaan warna-warna yang terikat dengan alam, misalnya hijau, merah bata, dan krem.
Permainan warna warni tersebut dalam gaya bohemia merepresentasikan penggunanya yang berani mengekspresikan diri dan tampil percaya diri.
Pada ajang BFW itu, para desainer menggunakan kain dengan ragam motif, di antaranya flora dan fauna dari kain endek dan gringsing khas Bali, batik dan juga motif abstrak.
2. Desain longgar
Potongan busana yang longgar juga ditampilkan oleh para desainer dalam BFW 2024. Desain yang longgar itu merupakan bagian dari kebebasan berekspresi, sehingga memberikan kenyamanan karena memudahkan dalam bergerak dan kebahagiaan kepada penggunanya.
Busana yang longgar juga memberikan kesan elegan, tapi santai, yang juga menyesuaikan dengan keadaan cuaca, sehingga pemakainya menjadi lebih nyaman.
Ada juga desain busana yang ketat bagian atas, tapi untuk bagian bawah dengan desain besar, yang menyangkut kebebasan mereka berekspresi dalam berbusana, baik dalam bentuk celana panjang dan rok yang lebar.
3. Potongan berlapis
Gaya bohemian juga mengaplikasikan busana model potongan-potongan berlapis, misalnya dalam bentuk busana luaran (outer). Potongan kain berlapis juga diaplikasikan misalnya untuk busana atasan dan rok.
4. Desain rumbai
Gaya bohemian menambahkan detail desain rumbai yang memberikan kesan meriah dan mewarnai gaya bohemian, misalnya rumbai pada busana atasan atau pada topi dan tas. Tambahan rumbai-rumbai pada busana itu menambah kesan nyentrik bagi penggunanya.
5. Sentuhan aksesoris
Penampilan busana bohemian makin unik dan eksentrik dengan kehadiran aksesoris sebagai pelengkap atau penunjang penampilan. Adanya aksesoris menambah validasi gaya yang dikenal dengan sebutan boho chic itu misalnya melengkapi busana dengan perhiasan, tas, sepatu, hingga topi berukuran besar.
Perancang busana dan perhiasan asal Bali, Lenny Hartono yang menjadi salah satu peserta dalam BFW 2024 menampilkan aksesoris nyentrik berukuran besar yang tidak umum digunakan sehari-hari, mulai dari hiasan kepala, hingga kaki, misalnya anting, kalung menjuntai dengan lapisan emas berukuran jumbo.
Peluang tren
Sesuai karakternya yang memberikan kebebasan dalam berekspresi dan kreativitas, bukan berarti dunia fesyen, khususnya gaya bohemian, menepis tren saat ini, yakni lebih menekankan ramah lingkungan, misalnya soal penggunaan pewarna.
Meski didominasi bahan kimia, saat ini tren busana mulai beralih dengan penggunaan pewarna alami, misalnya dengan mengaplikasikan konsep eco friendly atau ramah lingkungan.
Sementara gaya bohemian, selama ini, kerap disematkan dengan kesadaran lingkungan lebih baik, misalnya meminimalkan produksi sampah dengan memanfaatkannya kembali menjadi produk fesyen bernilai ekonomi, selain menekan penggunaan warna kimia.
Peluang itu pun menjadi tantangan tersendiri kepada perancang busana Tanah Air, khususnya perancang busana lokal di Bali untuk berkarya sesuatu yang baru, misalnya dengan menampilkan gaya bohemia.
Perpaduan kain etnik dan gaya global, seperti bohemian, itu menjadi potensi yang dapat dikembangkan pelaku fesyen Tanah Air untuk merambah pasar segmentasi tertentu.
Tak hanya itu, pertemuan para desainer lokal dan internasional dalam Bohemia Fashion Week juga dapat membawa peluang besar meningkatkan kolaborasi para desainer untuk menembus kancah fesyen global.
Ajang itu membuktikan kain tradisional dari Bali bisa menyatu dengan gaya barat, sekaligus diharapkan menjadi agenda strategis dalam membuka potensi besar Bali dalam bidang bisnis, fesyen, tekstil, dan industri kreatif.
Tujuannya mendorong pelestarian budaya dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Dewata.