Ambon (ANTARA News) - Presiden dan DPR RI dapat menggugat Mahkamah Konstitusi apabila institusi ini menghapus satu pasal dari Perppu yang diujinya, lalu membuat rumusan pasal baru.
"Membuat rumusan pasal baru oleh MK merupakan sebuah pelanggaran kewenangan sehingga dalam sengketa antarlembaga tinggi negara, Presiden dan DPR bisa mengajukan gugatan terhadap lembaga tersebut," kata pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra di Ambon, Selasa.
Yusril menyebut tindakan MK seperti yang pernah terjadi pada 2003 itu adalah pencaplokan kewenangan Presiden dan DPR.
Dia kebingungan UU yang dibuat oleh Presiden dan 600 anggota DPR yang dipilih oleh rakya bisa dibatalkan oleh sembilan hakim Mahkamah Konstitusi.
"Di mana arti kedaulatan rakyat yang memilih 600 anggota DPR dan Presiden secara langsung ini? Capek-capek orang kampanye dan bikin UU, tapi bisa dibatalkan oleh sembilan orang `Wali Songo` ini," kata dia.
Menurut Yusril, hakim konstitusi adalah negarawan yang memahami konstitusi secara baik, tapi kalau melakukan uji materi Perppu dengan menghapus satu pasal yang dinilai bertentangan dengan UUD dan menambah pasal baru, maka itu sudah merupakan pelanggaran wewenang.
"Saya tetap berpendapat bahwa MK itu melakukan kesalahan karena melampaui batas kewenangannya," tegasnya.
Namun, Yusril menilai Perppu penyelamatan MK yang diterbitkan pemerintah sudah terlambat dan kehilangan urgensinya.
"Kalau Presiden mau keluarkan Perppu, seharusnya satu atau dua hari setelah Ketua MK Akil Mochtar ditangkap KPK," ujarnya seraya mengatakan yang paling pokok adalah mengawasi MK, bukan menyelamatkannya.
Presiden dan DPR bisa gugat MK
29 Oktober 2013 10:19 WIB
Yusril Izha Mahendra (ANTARA/Yudhi Mahatma)
Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013
Tags: