BBMKG Denpasar: Waspadai potensi hama tanaman saat kemarau basah
23 Maret 2024 14:55 WIB
Arsip Foto - Petani saat menyiram tananam bawang di kawasan pertanian Desa Songan B, Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Senin (11/12/2023). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna.
Denpasar (ANTARA) - Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar meminta masyarakat untuk mewaspadai potensi munculnya hama dan penyakit tanaman memasuki musim kemarau yang masih berpeluang terjadi hujan (basah) di Bali.
“Kemarau dengan hujan atas normal itu bisa melaksanakan kegiatan pertanian, tapi tetap waspadai hama dan penyakit tanaman,” kata Kepala Stasiun Klimatologi Bali Aminudin Al Roniri di Kuta Kabupaten Badung Bali, Sabtu.
Menurut dia, kondisi itu dipengaruhi setelah munculnya fenomena El Nino dan La Nina yang menyebabkan musim kemarau di Bali diperkirakan masih basah, karena ada potensi masih terjadi hujan.
Namun, ia menambahkan intensitas hujan itu tergolong kecil yakni berkisar 10 milimeter atau 15-20 milimeter per dasarian, yang tidak sama saat periode hujan.
Sedangkan syarat minimal untuk disebut musim hujan yakni terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat mencapai lebih dari 50 milimeter selama dua dasarian (20 hari) berturut-turut.
“Jika saat kemarau sifat hujan di atas normal itu untuk pertanian bagus tapi dari segi hama itu pasti banyak berkembang. Biasanya kering panas, hama itu sedikit tapi ketika iklim berubah menjadi basah, atau tidak hangat, tidak juga basah itu disukai hama dan penyakit,” katanya.
BBMKG Denpasar memperkirakan fenomena El Nino akan berlangsung hingga Mei 2024, kemudian muncul fenomena La Nina yang diperkirakan terjadi pada puncak musim kemarau.
Ada pun musim kemarau di Bali untuk sebagian besar zona musim mencapai puncaknya pada Agustus 2024.
BBMKG Denpasar memperkirakan pada pertengahan Maret ini, beberapa wilayah di Bali sudah mulai memasuki musim kemarau.
Dari 20 zona musim (ZOM) yang ada di Bali, katanya, sebanyak 19 ZOM atau sekitar 95 persen itu diperkirakan mengalami sifat hujan kemarau atas normal atau masih berpotensi terjadi hujan.
“Kemarau dengan hujan atas normal itu bisa melaksanakan kegiatan pertanian, tapi tetap waspadai hama dan penyakit tanaman,” kata Kepala Stasiun Klimatologi Bali Aminudin Al Roniri di Kuta Kabupaten Badung Bali, Sabtu.
Menurut dia, kondisi itu dipengaruhi setelah munculnya fenomena El Nino dan La Nina yang menyebabkan musim kemarau di Bali diperkirakan masih basah, karena ada potensi masih terjadi hujan.
Namun, ia menambahkan intensitas hujan itu tergolong kecil yakni berkisar 10 milimeter atau 15-20 milimeter per dasarian, yang tidak sama saat periode hujan.
Sedangkan syarat minimal untuk disebut musim hujan yakni terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat mencapai lebih dari 50 milimeter selama dua dasarian (20 hari) berturut-turut.
“Jika saat kemarau sifat hujan di atas normal itu untuk pertanian bagus tapi dari segi hama itu pasti banyak berkembang. Biasanya kering panas, hama itu sedikit tapi ketika iklim berubah menjadi basah, atau tidak hangat, tidak juga basah itu disukai hama dan penyakit,” katanya.
BBMKG Denpasar memperkirakan fenomena El Nino akan berlangsung hingga Mei 2024, kemudian muncul fenomena La Nina yang diperkirakan terjadi pada puncak musim kemarau.
Ada pun musim kemarau di Bali untuk sebagian besar zona musim mencapai puncaknya pada Agustus 2024.
BBMKG Denpasar memperkirakan pada pertengahan Maret ini, beberapa wilayah di Bali sudah mulai memasuki musim kemarau.
Dari 20 zona musim (ZOM) yang ada di Bali, katanya, sebanyak 19 ZOM atau sekitar 95 persen itu diperkirakan mengalami sifat hujan kemarau atas normal atau masih berpotensi terjadi hujan.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: