Presiden Yudhoyono berpeluang jadi juru damai Korea
26 Oktober 2013 15:26 WIB
Seorang pejabat Korea Selatan (depan) berjabat tangan dengan Kim Song-hye, seorang pejabat senior dari Komite Korea Utara untuk Reunifikasi Damai Korea sekaligus kepala delegasi Korea untuk perundingan tingkat kerja antar-Korea sesaat sebelum delegasi Korea Utara menyeberang perbatasan yang memisahkan kedua negara Korea di zona demiliterisasi desa Panmunjom, Minggu (9/6).(REUTERS/Unification Ministry/Handout)
Jakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara mengapresiasi perhatian positif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap konflik di Semenanjung Korea, sehingga Presiden SBY berpotensi menjadi juru damai Korea.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara Teguh Santosa, Sabtu, terkait kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa ke Korea Utara, baru-baru ini.
"Presiden SBY berpotensi menjadi juru damai Korea. Selain karena Indonesia dinilai sebagai negara yang punya reputasi baik di dunia internasional, Presiden SBY juga dinilai sebagai salah seorang pemimpin dunia yang berpengaruh," ujarnya.
Ia menilai perhatian itu sudah lama ditunggu kedua Korea, terlebih setelah pembicaraan enam pihak menemukan jalan buntu pada 2009.
Dalam pertemuan dengan Presiden Presidium Majelis Agung Rakyat Kim Yong Nam di Pyongyang, Menlu Marty Natalegawa menyerahkan surat Presiden Yudhoyono yang antara lain menyinggung persoalan stabilitas Semenanjung Korea sebagai prasyarat pembangunan.
Presiden Yudhoyono juga menyampaikan jika komunikasi kedua Korea ke arah perdamaian abadi membutuhkan terobosan dan metode yang tidak konvensional.
Menurut Teguh, harapan agar Indonesia mengambil peran dalam proses perdamaian di Semenanjung Korea pernah disampaikan Ketua Komite Persahabatan Luar Negeri Korea Utara, Kim Jong-suk dalam dua kali pertemuan mereka di Pyongyang, yakni di bulan April 2012 dan bulan Juli 2013.
Harapan yang sama juga disampaikan pihak Korea Selatan dalam sejumlah pembicaraan.
"Bukan tidak mungkin, keberhasilan menjembatani komunikasi kedua Korea akan membuka peluang yang lebih lebar bagi Presiden SBY pasca-2014 ke posisi yang lebih signifikan di forum internasional, seperti Sekretaris Jenderal PBB," sambung dosen jurusan Hubungan Internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu.
Teguh yang juga Ketua bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah menilai, dibandingkan keenam negara peserta perundingan enam pihak, Indonesia memiliki motif yang lebih netral karena tidak bersinggungan langsung dengan Semenanjung Korea dan kawasan Asia Timur.
Selain itu Indonesia memiliki hubungan baik dengan kedua Korea dan empat negara peserta perundingan enam pihak yaitu China, Jepang, Rusia dan Amerika Serikat serta dua Korea.
"Peranan Indonesia lebih bisa dipercaya komunitas internasional dan peserta `six party talk`. Presiden SBY saya kira perlu meningkatkan peranan Indonesia sebagai juru damai Korea," katanya.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara Teguh Santosa, Sabtu, terkait kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa ke Korea Utara, baru-baru ini.
"Presiden SBY berpotensi menjadi juru damai Korea. Selain karena Indonesia dinilai sebagai negara yang punya reputasi baik di dunia internasional, Presiden SBY juga dinilai sebagai salah seorang pemimpin dunia yang berpengaruh," ujarnya.
Ia menilai perhatian itu sudah lama ditunggu kedua Korea, terlebih setelah pembicaraan enam pihak menemukan jalan buntu pada 2009.
Dalam pertemuan dengan Presiden Presidium Majelis Agung Rakyat Kim Yong Nam di Pyongyang, Menlu Marty Natalegawa menyerahkan surat Presiden Yudhoyono yang antara lain menyinggung persoalan stabilitas Semenanjung Korea sebagai prasyarat pembangunan.
Presiden Yudhoyono juga menyampaikan jika komunikasi kedua Korea ke arah perdamaian abadi membutuhkan terobosan dan metode yang tidak konvensional.
Menurut Teguh, harapan agar Indonesia mengambil peran dalam proses perdamaian di Semenanjung Korea pernah disampaikan Ketua Komite Persahabatan Luar Negeri Korea Utara, Kim Jong-suk dalam dua kali pertemuan mereka di Pyongyang, yakni di bulan April 2012 dan bulan Juli 2013.
Harapan yang sama juga disampaikan pihak Korea Selatan dalam sejumlah pembicaraan.
"Bukan tidak mungkin, keberhasilan menjembatani komunikasi kedua Korea akan membuka peluang yang lebih lebar bagi Presiden SBY pasca-2014 ke posisi yang lebih signifikan di forum internasional, seperti Sekretaris Jenderal PBB," sambung dosen jurusan Hubungan Internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu.
Teguh yang juga Ketua bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah menilai, dibandingkan keenam negara peserta perundingan enam pihak, Indonesia memiliki motif yang lebih netral karena tidak bersinggungan langsung dengan Semenanjung Korea dan kawasan Asia Timur.
Selain itu Indonesia memiliki hubungan baik dengan kedua Korea dan empat negara peserta perundingan enam pihak yaitu China, Jepang, Rusia dan Amerika Serikat serta dua Korea.
"Peranan Indonesia lebih bisa dipercaya komunitas internasional dan peserta `six party talk`. Presiden SBY saya kira perlu meningkatkan peranan Indonesia sebagai juru damai Korea," katanya.
Pewarta: Akhmad Kusaeni
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013
Tags: