"Pandangan menyempit, kalau mungkin pernah mengintip dari celah pintu, seperti itu," kata Widya pada acara diskusi soal kesehatan mata bersama Rumah Sakit Spesialis Mata Jakarta Eye Center (JEC) di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis.
Gangguan penglihatan itu merupakan kerusakan saraf optik yang timbul seiring meningkatnya tekanan darahnya di dalam bola mata akibat drainase cairan "humor aquos" yang buruk.
Baca juga: Dokter: Edukasi penting untuk cegah kebutaan akibat glaukoma
Baca juga: Dokter: Deteksi dini penting guna perlambat progres glaukoma
Pasien yang terkena glaukoma akut memiliki waktu 2x24 jam untuk menurunkan tekanan bola mata guna mencegah kelainan penglihatan permanen.
"Jika terlambat, kelainannya akan menjadi permanen. Sehingga kami mengimbau agar sebelum akut, masyarakat melakukan skrining dini glaukoma secara berkala," ujar Widya
Cara menangani glaukoma adalah dengan terapi, medikamentosa, laser, dan operasi.
Dokter mata subspesialis glaukoma di RS Jakarta Eye Center itu menyebut kondisi glaukoma dapat dialami oleh usia berapa pun, namun seiring peningkatan faktor risiko, kondisi ini banyak dialami oleh kalangan usia 40 tahun ke atas.
Di negara berkembang, 90 persen kasus glaukoma tidak terdeteksi. Hal itu diperparah dengan fakta bahwa sekitar satu miliar orang di dunia belum memiliki akses terhadap kesehatan mata.
Dalam rangka memperingati Pekan Glaukoma Sedunia pada tanggal 10-16 Maret 2024, JEC Group
menyelenggarakan berbagai sosialisasi dengan tema "Gerakan Sadar Glaukoma: Guna Menyelamatkan Kualitas Hidup Kita."
Baca juga: Dokter paparkan faktor-faktor risiko yang perparah glaukoma
Baca juga: Dokter spesialis mata bilang kebutaan akibat glaukoma bisa dicegah
Baca juga: Penggunaan obat tetes bisa sebabkan katarak dan glaukoma