Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan pengawasan optimal terhadap penyelenggaraan layanan sertifikasi halal dari BPJPH Kementerian Agama agar efektif mendukung pemberdayaan pelaku usaha mikro kecil (UMK).

“Dalam Agenda Prioritas Pengawasan (APP) 2024 BPKP, Peningkatan Daya Saing UMKM menjadi salah satu topik pengawasan dalam rangka transformasi ekonomi bangsa,” kata Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polhukam BPKP Iwan Taufiq Purwanto di Jakarta, Rabu.

Menurut keterangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, sertifikat halal dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperluas pangsa pasar bagi pelaku UMK.

Namun, tingginya angka pengajuan sertifikat halal gratis dari pelaku UMK membuat sertifikasi halal yang diselesaikan melalui mekanisme self declare melewati ketersediaan anggaran negara. Akibatnya, terdapat kelebihan tagihan biaya sertifikasi dari anggaran yang tersedia. Untuk proses penyelesaiannya, kajian BPKP menjadi prasyarat dari Kementerian Keuangan atas pencairan biaya sertifikasi halal.

“Dari hasil reviu atas tagihan tunggakan, kami masih menemukan beberapa hal yang harus diklarifikasi. Namun untuk mempercepat proses pencairan tunggakan, hasil reviu akan disampaikan bertahap khusus untuk tagihan yang sudah lengkap dan tidak memerlukan klarifikasi lebih lanjut,” ujar Iwan.

Iwan mengharapkan kerja sama pengawasan dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dapat membantu memverifikasi sebelum dokumen diserahkan ke BPKP. Iwan juga mengharapkan agar BPJPH senantiasa melakukan pengawasan berkelanjutan terhadap hasil sertifikasi halal yang telah dilaksanakan.

“Hal ini penting agar masyarakat, khususnya masyarakat Muslim, mendapat kepastian atas makanan dan minuman yang dikonsumsinya,” kata Iwan.

Merespons hal itu, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham mengapresiasi komitmen pengawasan BPKP kepada pemberdayaan UMKM.

Aqil mengungkapkan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki regulasi terkait kewajiban pelaksanaan sertifikasi halal bagi produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan bagi masyarakat muslim.

"Negara-negara lain, seperti Malaysia, sertifikasi kehalalan dilakukan secara voluntary (suka rela) oleh masyarakatnya sendiri. Dengan kondisi ini, Pemerintah Indonesia melalui sertifikasi halal dapat memberikan manfaat bagi UMK." kata Aqil.

Saat ini, kata Aqil, BPJPH juga terus melaksanakan sosialisasi, edukasi, literasi, publikasi, bahkan mendorong fasilitas untuk menyelenggarakan sertifikasi halal kepada pelaku usaha di seluruh Indonesia.

Upaya tersebut dijalankan BPJPH melalui kegiatan sosialisasi Wajib Halal Oktober 2024 yang pelaksanaannya melibatkan Satgas Layanan Jaminan Produk Halal dan setiap pemangku kepentingan di seluruh Indonesia.

Aqil juga memastikan bahwa sertifikasi halal terbukti memberikan implikasi positif untuk memberdayakan UMK.

Hal itu karena tujuan penyelenggaraan jaminan produk halal, selain untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat, juga untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha dalam memproduksi dan menjual produknya.

"Pemberdayaan UMK ini bukan hanya dengan kiprah pasar lokal yang memang penduduk Indonesia mayoritas Muslim, tetapi juga kepada pasar global, khususnya ekspor komoditinya kepada negara-negara lain khususnya seperti OKI,” kata Aqil.

Melalui fungsi pengawasan, Aqil juga berharap BPKP dapat mendorong penyelenggaraan layanan sertifikasi halal agar semakin profesional dan akuntabel sehingga secara optimal memberikan manfaat bagi pelaku usaha khususnya UMK, dan juga bagi masyarakat sebagai konsumen.

"Manfaat itulah yang diharapkan dapat turut dikontribusikan oleh pengawasan BPKP." kata dia.

Baca juga: Wapres yakini target 10 juta produk bersertifikat halal tercapai
Baca juga: BPJPH: Regulasi sertifikat halal untuk UMKM wajib sebelum 18 Oktober