Semarang (ANTARA News) - Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari meminta Pemerintah untuk maksimal membantu TKI "overstayers" di Arab Saudi dengan membuat terobosan-terobosan menjelang berakhirnya masa amnesti, 3 November 2013.

"Saya amat berharap semua instansi terkait, terutama Kemenakertrans, imigrasi, dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) membuat terobosan-terobosan sehingga peluang amnesti ditangkap maksimal sehingga mereka memiliki dokumen resmi," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Kamis malam.

Anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia) DPR RI itu menilai kurangnya militansi dan keikhlasan pelayanan terhadap para TKI "overstayers" merupakan hambatan struktural, padahal militansi para TKI "overstayers" mengantre dan sabar menuruti aturan-aturan yang tidak memudahkan, tetapi malah merepotkan.

Eva melihat ada problem metode kerja KJRI yang tidak mampu menangkap kebutuhan riil di lapangan. Sepatutnya KJRI membuka pendaftaran terbuka melalui Facebook atau menempel pengumuman di toko-toko Indonesia (baqalah) untuk mendapatkan fakta beberapa identifikasi siapa dan berapa yang berkehendak pulang.

"Saya yakin para sukarelawan akan tergerak membantu memberikan data-data ke KJRI. Dan, akan lebih efektif lagi jika KJRI bekerja sama dengan sukarelawan-sukarelawan pemantau amnesti yang sudah punya data banyak. Mereka juga terus melakukan pendampingan TKI `overstayers` yang sedang mengurus exit permit," paparnya.

Di lain pihak, Penasihat dan Pengawas Tim Sukarelawan Pemantau Amnesti Arab Saudi Syech Razie Ali Maula Dawilah mengatakan bahwa program amnesti dari Kerajaan Arab Saudi itu telah memperkuat rasa solidaritas antar-TKI.

"Amnesti Saudi selain menimbulkan polemik tersendiri dalam pengurusan dokumen ternyata juga menumbuhkan simpati dan rasa solidaritas antar-TKI baik dari dalam maupun dari luar Arab Saudi," kata Razie, mantan staf KBRI Abu Dhabi.

Hal ini terlihat dari keseriusan tim sukarelawan yang dimotori Ganjar Hidayat yang secara tulus membantu sesama TKI yang sedang menghadapi berbagai masalah. Misalnya, kasus Elyarosa, TKI yang menderita sakit kanker rahim yang terlantar di rumah sakit.

Selan itu, kasus Hamidah (TKI yang menderita kanker payudara kronis hingga sempat koma); kasus Kokom (TKI yang dibuang oleh majikan dalam keadaan mengenaskan; kasus Wiwin, yang terlantar di rumah sakit karena majikan tidak mengurusnya setelah sempat muntah darah.

Sukarelawan secara intensif menjenguk mereka di rumah sakit, kemudian menggalang dana untuk membantu biaya pengobatan mereka sekaligus memantau perkembangan kesehatan serta mengangkat informasi ini melalui jejaring Facebook.

"Bahkan, mereka menghubungi pihak KJRI secara langsung sehingga mendapat perhatian dari pihak Perwakilan RI dan mengawal hingga TKI ditempatkan di penampungan TKI di dalam KJRI Jeddah," ucapnya.

Para sukarelawan itu, lanjut Razie, juga ikut mengurus jenazah beberapa TKI yang meninggal dunia karena sakit atau meninggal secara mendadak. Mereka membantu mulai dari menghubungi keluarga almarhum, melakukan pendampingan autopsi, pengurusan surat-surat izin penguburan, hingga pemakaman.

Ganjar Hidayat, Jamil Lee Dena, Moh. Sofahal Jamil, Djeffry Azwa, Agung, Ahmad Jacky, dan kawan-kawan patut mendapat apresiasi. Karena secara tanggap membantu TKI bermasalah di lapangan. Selain mereka juga berusaha mengadakan pendampingan dan solusi bagi TKI yang mengalami kesulitan proses amnesti.

"Saya salut dengan Ganjar dkk. Meski bukan dalam tim yang sama, apa yang mereka lakukan harus dihargai," kata Ninik pengamat yang juga inisiator pembentukan Tim Sukarelawan Pemantau Amnesti Arab Saudi menambahkan keterangan Razie.

Menurut dia, sepatutnya KJRI dan pemerintah pusat merespons dengan baik setiap permasalahan yang mereka sampaikan dan menyelesaikan kasus-kasus tersebut dengan cepat dan tepat.(*)